Habib Bernyali Besar
Golok di atas meja. Beberapa preman duduk di kursi butut dengan bicara gegap dan gemetar. Habib diam. Tapi sang tuan rumah itu tetap melotot tajam ke arah lawan bicara. Ia terus mencermati sambil mengawasi gerakan sang tamu berceloteh. Para preman itu sesekali suaranya makin tidak jelas lantaran kerasnya suara tukang las menyambung pipa. Setidaknya ada lima orang preman mendatangi kediaman Habib, tiga di antaranya menghadap. Dua lagi berjaga di pintu keluar rumah.
Pekerja las, yang menjadi anak buah Habib tak tahu bahwa tamu yang menghadap tuannya adalah preman yang hendak memeras. Mereka bukan langganan, tetapi meminta uang "keamanan". Sayang, celotehnya tak beraturan. Dari mulutnya keluar bau khamar. Bagi Habib, orang-orang macam itu patut diberi pelajaran. Habib tahu persis orang yang hendak berbuat kejahatan dengan cara menakut-nakuti, menggertak, dan mengintimidasi secara keroyokan biasanya tidak punya nyali. Apalagi menyatroni rumah orang dengan cara didahului minuman keras supaya timbul rasa berani, orang itu pasti tidak bernyali.
Usai membersihkan halaman, Habib meletakkan goloknya di atas meja. Bersamaan dengan itu, sejumlah tamu datang tanpa mengucap salam. Habib pun sempat terkaget-kaget. Namun, ia tetap tenang digertak para preman dan meminta uang "keamanan".
Dan celoteh para preman pun makin ngaco. Ngalor-ngidul tak tentu arahnya. Melihat gelagatnya, para preman itu ingin menyerang. Secepat kilat, Habib bangkit dari duduknya. Kakinya yang semula dilipat di atas kursi tiba-tiba diangkat. Habib dengan kakinya yang kekar menggebrak meja. Golok pun terangkat dan disambut dengan tangkapan tangan kanannya. Lantas, sambil berdiri dan bersuara lantang ia berujar, "Lu mau kepala terbelah atau keluar dari tempat ini?"
Mendapat ancaman dari tuan rumah, para preman itu pun lari tunggang langgang. Sementara para pekerja atau tukang las menyaksikan mereka berlarian hanya terbengong terheran. Tak biasa, ada tamu ngacir dimarahi pemilik bengkel las itu.
Habib sebetulnya tergolong orang penyabar. Sesama teman sangat penyayang. Ketika masih muda, ia sering mengajak rekan-rekannya kumpul dalam suatu muzakaroh, pengajian untuk memperkuat silaturahim.
Pendidikannya memang tak terlalu tinggi. Tapi untuk urusan agama, ia patut dapat acungan jempol. Untuk wilayah Cipinang Muara, Jakarta Timur ini, Habib sering mendapat panggilan. Setidaknya untuk acara pernikahan: membaca Alquran dan pernik-pernik pernikahan lainnya.
Suaranya merdu. Pesaingnya cuma satu, Ajuk yang juga masih menjadi anggota keluarga besarnya. Jadi, Habib tergolong beken. Dan, ketika masih muda, ia pun tak malu untuk berdiskusi berbagai problem sosial dengan sesama rekan sebayanya. Ia punya kepribadian terbuka. Sampai urusan pacaran pun dibahas, surat cinta dari sang pacar berbahasa Inggris dimintai tolong rekan terdekat untuk menerjemahkannya.