Di Gang Haji Koteng, Ayam Jago Perlu Sparing
Ini bukan cerita terbit liurku melihat kolak, tetapi langkahku terhenti karena melihat ayam bertarung dalam satu gelanggang. Disaksikan tiga sampai empat orang penggemar ayam aduan, hatiku berdegup berbaur rasa cemas.
"Masihkah ada perjudian terbuka di ujung mata warga," kataku dalam hati sambil mendekat dan mencari tahu di kawasan Gang Haji Koteng. Nama jalan yang tidak kesohor ini berada di Kecamatan Ketapang, Cipondoh, Tangerang.
Tapi, jika ingin jelas, warga setempat menyebutnya dekat rumah Mpok Kicot, salah seorang warga Betawi yang banyak dikenal di kawasan setempat. Pasti jika ingin tahu dengan bertanya menyebut namanya mudah menjumpai.
Dua ayam jantan jangkung berperawakan atltis saling menghajar lawan. Satu dua bulu ayam terlihat terlepas karena mengepak, mengangkat tubuh dan menghantam lawannya.
Tak terdengar suara kokok. Kedua ayam berwarna hitam itu kadang saling menempelkan lehernya. Lantas, saling mendorong. Lalu mereka mengepakkan sayap, dan menghantam kepala lawan dengan kedua kakinya.
Kedua ayam terlihat lelah. Sekali ini terlihat lehernya saling menempel bersilangan. Tapi bukan berarti mengakhiri pertarungan. Kedua unggas ini, dengan nalurinya, menanti kesempatan lawan lengah. Selanjutnya mereka bereaksi cepat, bergerak mengepakan sayap. Terbang sambil menghunjamkan taji ke arah lawannya.
Tak ada yang kalah. Apa lagi kalah dengan teknik KO atau Knockout seperti yang banyak disaksikan dalam pertarungan olahraga beladiri full-contact, karate, tinju, kickboxing dan masih banyak lainnya.
Juga tak terlihat pemilik ayam melempar handuk putih sebagai pertarungan harus diakhir lantaran ayam kesayangannya tak lagi layak bertarung. Kunantikan peristiwa ini cepat berakhir. Nyatanya, pertarungan dua ayam tanpa istirahat itu terus berlangsung.
Tak juga salah satu dari dua ayam yang bertarung itu kalah atau mengalah. Bisa jadi, hal itu disebabkan bagian yang keras dan runcing pada kaki ayam jantan dilapisi tameng.