Mpok Ijah sudah dua hari tak mau keluar rumah. Pasalnya, ia merasa kesal dua ekor kambing berwarna hitam yang baru dibelinya dari Bang Dullah mati mendadak. Ia mendengar kabar dari petugas dinas kesehatan bahwa kambing tersebut mati lantaran terjangkit penyakit antraks.
Mpok Ijah tak ngerti apa itu antraks. Dia menyesal membeli kambing untuk hari raya kurban, Idul Adha, mati begitu saja. Padahal, dari sisi fisik tidak ada tanda-tanda kambing yang dibelinya menderita sakit. Ketika diberi makan, kambing makan dengan lahap. Karena rasa penasarannya, akhirnya Ijah tak tahan terus-menerus di dalam rumah dan mendatangi tetangganya, minta penjelasan kepada Bang Pii tentang penyakit antraks.
 Ijah: Bang, dua kambing aye mati. Kata orang kena antraks. Ape tu Bang?
 Pii: Gue nggak tau persis, tuh! Kata orang antraks itu penyakit yang ada di kambing.
Pii: Bisa bikin kambing koit, mati!
Ijah: Keliatannya sehat. Dikasih makan, lahap. Tau-tau mati tu kambing. Mahal, harganya. Hampir empat juta aye beli, tu dua kambing item.
Pii: Itu kambing, nyang lu beli, dari sononya udah nggak diperiksa kesehatannya. Makanya, kalo beli kambing yang udah diperiksa kesehatannya. Kan, ada tandanya kalo dah diperiksa petugas.
Ijah: Gue nggak tau. Kata Dullah, kambingnya sehat-sehat.
Pii: Bodinya aja sih yang lu liatin. Keliatan sedikit boto, lu embat. Ya, itu kambing sakit lu beli.
Ucapan Pii itu membuat Pok Ijah sewot. Marah. Bukannya memberi penjelasan, tetapi malah menyalahkan. Ijah menahan diri, mampu menahan emosinya. Ijah memang tidak teliti membeli kambing untuk korban. Lantas, Ijah merasa menjadi kambing hitam, merasa dipersalahkan oleh Pii.
Tentang membeli kambing untuk kurban, ia sudah lama tau ada imbauan dari ketua RT agar membeli hewan korban supaya cermat, teliti baik dari sisi kesehatan maupun harga. Ijah pernah mendengar dari petugas kesehatan bahwa penyakit antraks dapat menular melalui kontak langsung, makanan atau minuman, dan dapat juga melalui pernapasan.