Tampilnya prajurit TNI pada Jumat (20/11) di Markas Front Pembela Islam (FPI) jangan ditafsirkan sebagai gertak sambal. Menakut-nakuti. Tapi ini tindakan serius yang jika ditanggapi dengan suara miring lalu menyinggung perasaan para prajurit, ya konsekuensinya akan berhadapan secara frontal.
Kalau orang Betawi mengatakan kepada lawan dengan kalimat "lu jual, gue beli". Akan dilayani pihak TNI. Bahkan Pangdam Jaya Mayor Jenderal Dudung Abdurrahman melalui media televisi menegaskan, kalau perlu FPI itu dibubarkan.
FPI, dalam suasana seperti sekarang, dapat diyakini tak bakal berani mengerahkan pasukan berjubah kebal hukum. Apa lagi berlindung dengan hadist yang biasa dijual untuk memprovokasi pengikut fanatik buta.
Gema takbir yang seharusnya untuk membawa ke jalan lurus, ke depan, tak akan lagi dijual murah.
Sementara di sisi lain, warga yang menyimpan rasa "sebel" sejak lama dengan FPI kini sedikit berlapang dada. Rasa takut digeruduk sirna. Kebanyakan warga merespon positif pernyataan Pangdam Jaya Mayor Jenderal Dudung Abdurrahman.
Salah satu alasannya adalah, dalam suasana pandemi Covid-19, penularan virus mematikan itu mata rantainya dapat diupayakan untuk dihentikan. Ya, kumpul bersama sang Habib Rizieq Shihab dapat dihindari. Beberapa ormas di daerah mulai mengemuka penolakan akan kehadirannya.
Sejak 10 Nopember 2020, memang terjadi eskalasi kerumunan warga menyambut kedatangan Rizieq. Pernyataan-pernyataan sang imam ini sungguh di luar batas kewajaran dari seorang ulama.
Tampilnya tentara berani menurunkan baliho sang imam ditanggapi pentolan FPI dengan suara datar. Tidak lagi mengesankan suara menantang.
Adalah Novel Bamukmin. Ia menilai pencopotan baliho sang imam besar Front Pembela Islam atau FPI Habib Rizieq disayangkannya. TNI dinilainya telah melukai hati rakyat dan membuat resah dan gaduh.
Jika melihat komentar pentolan FPI ini, kita jadi tertawa dan bertanya. Rakyat yang mana? Realitasnya, kini rakyat mendukung setelah Pangdam Jaya membuat pernyataan bubarkan FPI.
Dulu, seperti disebut Pangdam, baliho yang diturunkan Satpol PP kembali dipasang pendukung sang imam. Kala ada suara dari warga sipil agar baliho diturunkan, pernyataan itu disambut sebagai pernyataan anti-ulama. Mereka adalah PKI.