Dulu, ketika masih kecil, penulis pernah dengar ucapan nenek menasihati ayah bahwa bila memiliki anak perempuan tidak perlu disekolahkan sampai tinggi.
Cukup sekolah dasar (SD) dan selanjutnya dikirim ke pondok pesantren untuk menimba ilmu agama. Setelah selesai pendidikan di pondok, selanjutnya banyak belajar memasak di rumah.
Toh, kalau sudah dewasa, anak gadis itu akan dipinang atau dijadikan isteri. Ia akan hidup melayani sang suami, selanjutnya mendidik anak.
Rupanya nenek berfikir, anak perempuan yang dikirim ke pondok pesantren hanya belajar ilmu agama "tok". Ngaji dan belajar sholat.
Realitasnya, kini, jika dilihat anak yang dikirim ke pondok kualitas pemahamannya terhadap ilmu sosial dan lainnya tak kalah dengan anak-anak yang belajar di sekolah negeri.
Itulah pemahaman nenek yang masih "kolot".
Jika pandangan nenek dipakai sekarang, sudah pasti ia bakal tercengang. Sebab, banyak anak perempuan punya pendidikan bagus dan menduduki posisi tinggi. Perempuan berpendidikan baik mampu mengalahkan kaum "adam" yang malas belajar.
**
Penulis punya dua anak:. Anak pertama perempuan dan kedua lelaki. Keduanya memiliki nama cukup panjang. Anak pertama Indah Kirana Sukmawati Gunawan Syafei. Kedua, Andri Ganesa Daksa Utama Gunawan Syafei.
Tentu ada alasan mengapa mereka dinamai demikian panjang. Pembahasannya bisa panjang pula. Tetapi yang jelas, nama yang diberikan kepada anak merupakan doa orangtua. Dan, ada alasan lain bagi penulis, yaitu agar gelar "darah biru" tak ikut dicantumkan oleh kakeknya, sekaligus memutus mata rantai pemberian gelar "feodal".