Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Haruskah Orangtua Lakukan Intervensi Memilih Jodoh bagi Anak?

25 September 2020   07:30 Diperbarui: 25 September 2020   07:32 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orangtua mana yang tak risau ketika menghadapi anaknya gonta-ganti pacar. Orangtua mana yang tak khawatir jika anaknya sudah di atas 30 tahun belum juga mendapatkan pasangan hidup. Dan tentu semua orangtua menginginkan anaknya bahagia dalam mengarungi bahtera rumah tangga sendiri setelah mendapatkan pasangan hidup yang dirasakan cocok.

Kebahagian anak adalah bagian terindah yang dirasakan orangtua. Melepaskan pilihan pasangan kepada anak sepenuhnya sungguh, menurut pandangan penulis, tak bijak.

Sekarang memang bukan lagi zaman gadis Siti Nurbaya yang dipaksakan orangtuanya menikah dengan Datuk Maringgi yang tua bangka dan kikir itu, peran orangtua mengambil posisi tut wuri handayani patut dikedepankan.

Mengapa bisa begiti?

Ya, lantaran anak muda sekarang terlalu berani berspekuali dalam memilih pasangan.

Begini. Tidak sedikit penulis jumpai pria lajang tertarik dengan wanita yang menemani dirinya pergi ke tempat hiburan. Karoke, misalnya. Atau bertandang ke diskotik pada malam hari bersama wanita yang dianggapnya setia menemani hingga larut malam.

Ada lagi pria lajang tak punya nyali untuk berkenalan dengan gadis secara langsung. Pria yang gemar berkenalan melalui media sosial itu lalu menganggapnya semua wanita mudah untuk segera diajak menikah tanpa berkomunikasi secara tatap muka.

Dari contoh di atas, sungguh sangat berpotensi bahwa perkenalan pria dan wanita bagai membeli "kucing dalam karung". Mengenali kepribadian pasangan hanya dengan cara bersenang-senang di malam hari sangat mungkin bagai membeli "mimpi" pepesan kosong.

Juga, berkenalan melalui media sosial. Jangan terlalu yakin orang yang baru dikenal lantas dapat dipercaya untuk menjalani kehidupan sepanjang hidup. Lagi pula, bagaimana mungkin dapat diketahui kepribadian calon pasangan secara utuh.

Mengenal pribadi seseorang akan terasa efektif bila dilakukan komunikasi tatap muka. Dari situ bisa dinilai kepribadian seseorang dari cara bicara, cara dia berjalan dan kebiasaan dalam menjalani kehidupan. Misal, bertutur kata dengan orangtua, cara makan bersama hingga menegur sapa kepada orang sekitarnya.

Memilih jodoh memang bukan mencari jarum di tumpukan jerami. Kata orang bijak, jika anda ingin mendapatkan jodoh terbaik, maka hati dan pikiran harus lurus. Berkenalan dengan seseorang sekilas nampak kadang membuat diri menjadi takjub. Padahal, lantaran diri ini tengah 'mabuk' dan disertai nafsu, apa yang dipandang tersebut sejatinya tidak utuh. Bisa jadi hanya tipuan.

Anak sekarang merasa gagah karena memperoleh kemudahan dalam cara berkomunikasi. Ada internet dan gejet sangat mungkin mencari pasangan seketika tanpa harus berlelah payang. Akibatnya, ya, tidak sedikit pasangan yang memamerkan perkenalannya melalui media massa berujung pada perceraian. Perceraian yang dipublikasi seorang artis yang disaksikan publik, tanpa disadari ikut mempengaruhi pasangan muda untuh berbuat yang sama. Toh, pikirnya, mencari jodoh itu mudah.

Jika sudah begitu, tentu sangat berbahaya.

Karena itu, intervensi orangtua dalam hal memilih jodoh bagi anak masih diperlukan. Jangan serahkan sepenuhnya kepada kehendak anak, karena cintanya yang muncul hanya sesaat. Kadang di antara mereka itu terdorong nafsu. Perlu ditanamkan bahwa menikah dan menjalani kehidupan rumah tangga adalah bagian dari ibadah yang harus dilakukan dengan ikhlas. Harapan orangtua, jodoh baru berakhir mana kala ajal menjemput.

Banyak orang bijak menyarankan, memilih jodoh itu harus mengindahkan atau memperhatikan bobot, bibit dan bebet yang kemudian dipegang sebagai kriteria. Nasab dan status dari setiap pasangan calon suami atau isteri harus jelas. Jauhi memilih jodoh seperti "membeli kucing dalam karung".

Jika ingin mendapatkan pasangan hidup yang terbaik, gunakan prinsip begini. Jika anda ingin membeli emas, jangan mencarinya ke pasar tradisional. Bisa jadi ketika berada di pasar tersebut, niat akan berubah dan yang dibeli pun apa asal jadi, cukup yang tersedia.

Tegasnya, jika ingin membeli perak, datang ke pusat kerajinan perak. Jika ingin membeli emas, datangi toko emas atau pusat penjualan emas PT. Antam.

Dari sini, orangtua dapat mengarahkan anak dalam memilih jodoh. Intervensi orangtua tanpa terasa masuk ke sanubari anak. Orangtua memang perlu terus menerus mendoakan anak-anaknya, tetapi berbuat juga perlu agar kehidupan rumah tangganya kelak menjadi sakinah mawaddah warohmah.

Salam berbagi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun