Kesimpulan bahwa tempat kerja bisa menjadi pemicu berselingkuh karena waktu dan kesempatan bekerjasama dengan rekan kerja yang tinggi, tak sepenuhnya tepat. Masih ada faktor lain yang ikut mempengaruhi. Yaitu, adanya niat dan dorongan biologis.
Pergaulan antarrekan kerja dengan latarbelakang beragam mendorong antarpribadi untuk bersaing sama lain. Kerja di instansi pemerintah atau pun swasta, sejatinya tempat meniti karir untuk menggapai kedudukan tertinggi. Ujunnya, sebagai prestasi dan kebanggaan.
Namun ada di antara pegawai tak memiliki daya mengembangkan kemampuan disebabkan berbagai hal, antara lain keterampilannya rendah, pendidikannya tak mendukung dan bekerja mengandalkan kemolekan fisik semata.
Nah, di sinilah menariknya.
Penulis pernah mendengar nasihat seorang rekan yang juga anggota polisi mengatakan, tindak kriminalitas seperti pencurian, jambret dan penipuan terjadi lantaran adanya niat, peluang, kesempatan dan kondisi lingkungan yang mendukung.
Demikiannya orang berselingkuh itu. Pelakunya seperti halnya tengah melakukan tindak kriminal.
Sebab, pelakunya mombohongi dirinya sendiri. Ia juga melakukan perbuatan jahat dengan mengingkari ikatan janji pernikahan.
Berselingkuh terjadi lantaran ketidak-puasan dalam hal pelayanan sang isteri. Atau pihak suami disebabkan kobaran semangat untuk memenuhi kebutuhan biologis yang berlebihan.
Jadi, niat berselingkuh itu muncul karena dorongan kebutuhan biologis. Bisa pula untuk memuaskan hati satu sama lain.
Namun ada pihak yang memaknai bahwa berselingkuh itu sebagai suatu permainan pengumbaran cinta palsu. Karenanya, ada yang memaknai bahwa berselingkuh itu adalah suatu keindahan.
Berselingkuh itu nikmat karena dilakukan dengan sadar. Berselingkuh dijadikan "vitamin" sebagai warga dalam kehidupan. Di sisi lain, pelaku memahami bahwa konsekuensi perbuatannya itu berat, malapetaka.