Bagaimana tidak disebut sebagai 'genderang perang', karena pernyataan Wakil Ketua MPR-RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid MA, (HNW) demikian keras terkait rencana Menteri Agama Menteri Agama Jenderal TNI (Purnawirawan) Fachrul Razi akan memberlakukan sertifikasi penceramah.
Hidayat menyebut, sertifikasi penceramah (agama) yang hanya diperuntukan bagi umat Islam, merupakan tindakan yang tidak adil dan diskriminatif.
Sebagai menteri agama dan mengurusi agama-agama di negeri ini, Wakil Ketua MPR-RI itu mengingatkan Fachrul Razi harus bersikap adil, profesional, amanah dan tidak diskiriminatif.
Harusnya, sertifikasi penceramah itu juga berlaku bagi semua pemeluk agama. Bukan penceramah beragama Islam.
Tidak hanya sampai di situ, HNW juga mengingatkan Menang bahwa pensertifikasian bagi penceramah Agama Islam, telah ditolak dan dikritisi oleh tokoh Non Muslim, seperti Christ Wamena.
HNW berharap, sertifikasi harus ditujukan untuk penceramah dari semua agama, agar tegaklah keadilan, tidak saling mencurigai, dan agar prinsip beragama yang moderat, toleran, inklusif itu betul-betul menjadi komitmen bagi semua penceramah dari semua agama.
Sebelumnya Fachrul Razi mengeluarkan pernyataan bahwa kementerian yang dipimpinnya tengah menyiapkan program sertifikasi bagi pendakwah atau dai.
Programnya tengah dipersiapkan. Bagaimana implementasinya, hal itu masih dibahas. Namun, jika kita ikuti pemberitaan tentang program ini, ternyata sudah lama jadi wacana di kementerian itu.
Ini bukan hal baru bahwa Kementerian Agama (Kemenag) akan melakukan sertifikasi bagi para ustaz (penceramah) dengan maksud meminimalisir ajaran menyesatkan yang jauh dari nilai-nilai Pancasila.
Beberapa tahun silam Kemenag memang sempat membuat daftar para dai, mubaligh atau penceramah guna memenuhi harapan publik.
Pasalnya, kala itu, publik punya keinginan mendapatkan dai yang pantas sehingga jemaah di masjid tak dibuat bingung dengan tausiyah yang disampaikan kala berceramah.