Awalnya bingung mendapat ajakan untuk ikut zoom meeting yang mengangkat topik Universitas Online Indonesia (UOI) dari seorang kompasianer Almizan.Â
Mau dijawab ikut serta, muncul keraguan. Sebab, penulis tergolong orang jadul -- jaman dulu amat -- dan gegap teknologi. Lantas, jika tidak ikut, berarti hilang kesempatan untuk memahami kemajuan zaman.
Akhirnya ajakan berupa undangan tersebut dijawab dengan sebutan Insya Allah. Namun beberapa hari berikutnya muncul kebimbangan lagi, ikut atau tidak. Jika tidak, maka diri ini akan terkena dosa lantaran sudah berjanji atas nama Tuhan. Jika tak ada halangan akan hadir, namun senyatanya memang tak ada halangan dan akhirnya, ya ikut hadir. Perhelatan itu digelar pada Sabtu (6/6/2020) Pukul 16.00 WIB dan berlangsung seru.
Sungguh, seusai ikut acara itu, penulis ingin menyampaikan rasa bangga kepada Akang Almizan, pensiunan karyawan Kementerian Keuangan ini.Â
Pasalnya, meski penulis tak aktif dalam meeting zoom itu, - lantaran sempitnya waktu dan lebih banyak memberi kesempatan para ahlinya bicara, - dapat disaksikan munculnya suatu gagasan mulia dan pentingnya mengenai pendirian UOI.
Kang Almizan tampil sebagai narasumber dan memaparkan plus dan minusnya berikut tantangan yang dihadapi UOI. Tak perlu rasanya diulang isi paparan tersebut, namun ada beberapa poin penting yang perlu publik pahami.
Antara lain, universitas yang mengandalkan keunggulan tekonologi informasi itu perlu didorong dan bila perlu dipercepat pendiriannya. Sebab, momentumnya sungguh tepat saat ini.
Mengapa?
Di tengah pandemi Covid-19, kini banyak orang tengah membuka matanya lebar-lebar betapa pentingnya penggunaan gawai dan seluruh perangkat komputer untuk mendukung tugas kerja di kediaman (rumah).
Lebih dari itu, dunia pendidikan kini - mulai sekolah dasar hingga sekolah lanjutan atas, termasuk perguruan tinggi - seolah "dipaksa" menggunakan teknologi informasi. Andai saja kemajuan teknologi diabaikan, boleh jadi banyak kediaman warga di berbagai kota bagai "kuburan".
Penulis mendapati selama pandemi corona, banyak orangtua tergaget-kaget. Alasannya, pertama, orangtua tidak "familiar" dengan gawai, tak bisa membantu putera-puterinya menyelasaikan tugas (PR) yang diberikan guru kepada anak muridnya. Muaranya, akhirnya sang orangtua banyak bertanya kepada tetangga terdekat.