Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ade Yasin Keuhkeuh Operasional KRL Minta Dihentikan

19 April 2020   20:42 Diperbarui: 19 April 2020   22:01 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rombongan Kereta (Roker) mengeluhkan wacana penghentian sementara operasional kereta rel listrik (KRL) saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) karena penyebara corona atau covid-19.| CNN Indonesia

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan setuju adanya usulan lima kepala daerah dari Jawa Barat dan Banten. Karena itu ia sangat berharap pemerintah pusat menyetop operasional KRL. Alasannya tetap sama, untuk menekan persebaran virus corona.

Langkah Anies untuk memotong mata rantai penyebaran virus corona tak berjalan mulus. Sebab, masih ada perusahaan "nakal" tetap beroperasi. Petugas pun tak bisa berbuat semena-mena langsung main gertak lalu segera tutup. Sebab mereka itu punya alasan dan mengantongi izin dari instansi berwenang lebih tinggi.

Lantas, melihat realitas yang ada di lapangan, hingga kini animo warga menggunakan KRL tetap tinggi. Mereka itu adalah pekerja "kecil" yang menggantungkan hidup dari nafkah sehari-hari dari pekerjaannya di Jakarta.

Sikap "keuhkeuh" Ade Yasin dan beberapa kepala daerah menutup operasional KRL adalah tindakan yang masuk akal. Mereka pun sudah menyatakan akan memberi bantuan bagi kehidupan warganya yang menderita kesulitan ekonomi sebagai dampak meluasnya virus corona.

Di sisi lain, sikap tegas yang diperlihatkan Luhut Binsar Pandjaitan untuk menolak penghentikan KRL juga tidak perlu dipersalahkan.

Sedikit, penulis ingin mengajak kepala daerah -- yang mungkin semuanya sudah menunaikan ibadah umrah dan haji -- untuk menyimak makna ritual ibadah Sa'i. Ibadah tersebut diimplementasikan dalam wujud berlari-lari kecil di antara Bukit Shafa dan Marwah.

Kita, di lokasi tersebut, diajak untuk merenungkan proses pencarian (usaha) air oleh Siti Hajar untuk dirinya dan anaknya, Ismail. Esensi pesan dari ritual itu adalah sebuah pencarian. Sebuah gerakan yang memiliki tujuan dan digambarkan dengan gerak berlari-lari serta bergegas-gegas.

Dari sisi logika, Siti Hajar tentu memahami bahwa mencari air di padang pasir nan luas di sekeliling Ka'bah pada saat itu adalah sebuah pekerjaan bagai menegakkan benang basah.  Siti Hajar seolah melakukan suatu pekerjaan yang mustahil akan berhasil. Namun dengan ridha Allah, upaya itu toh membuahkan hasil. Dari padang pasir itu, di ujung kaki Ismail, memancar air zamzam yang hingga kini banyak dikonsumsi umat Muslim.

Pesan yang dapat kita tangkap, seseorang yang tengah kehausan (kelaparan) harus diiringi dengan ikhtiar agar anggota keluarganya terhindar dari musibah kekurangan makan. Tidak kelaparan. Jika kita melihat para pekerja yang menggunakan KRL adalah masyarakat lapisan bawah. Mereka berada di akar rumput yang jika tak ada upaya hari itu, maka hari itu pulalah anggota keluarganya akan menderita.

Jadi, memang seperti makan buah simalakama". Serba salah. Mau ke kiri salah, ke kanan salah, maju salah, mundur pun salah. Sebab, mereka itu juga paham akan virus mematikan yang kini gerakannya seperti hantu. Tak nampak.

Lantas, para kepala daerah itu buru-buru mengeluarkan pernyataan, telah mengucurkan bantuan sosial bagi pekerja berpenghasilan kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun