Sungguh, penulis merasa menyesal tidak punya kesempatan menangkap momen langka seorang pengantin berpidato dalam acara resepsi pesta pernikahannya. Â
Kata orang bijak, penyesalan memang selalu datang belakangan. Andai ia tahu apa yang terjadi, tentu persiapan jauh sebelum terjadi dilakukan persiapan.
Berbeda memang jika anda menyengaja untuk bermain hujan seperti para bocah saat banjir Jakarta kemarin.
Begitulah rasa penyesalan itu masih terasa dan terpikirkan kala bangun dari tidur. Pasalnya, penulis hanya mengabadikan seorang pengantin berpidato hanya dengan telepon genggam jadul. Sudah tentu hasilnya tak menggembirakan.
Kini, ya sudahlah, nasi sudah menjadi bubur. Peristiwanya sudah terjadi dan tak mungkin momennya dapat diulang kembali.
Pada Sabtu malam penulis bersama isteri menghadiri peseta pernikahan seorang sahabat. Ia menggelar resepsi di Hotel Crown Plaza Jakarta. Pesta dr Dini Alyani, puteri Bapak Achirwan dan Ibu Kris  Pudyastuti, dengan Agi Anggardarma BA (Hons), putera dari Bapak Donny Hardono dan ibu Lies Indriati, berlangsung meriah. Sejumlah artis hadir. Tampak Tantowi Yahya, penyanyi country dan Dubes RI untuk Selandia Baru nampak hadir.
Andai saja penulis sebagai seorang reporter kemudian gagal meliput momen penting dan langka seperti itu, bisa jadi redaktur di kantor marah besar. Sebab, jurnalis yang tidak peka terhadap sesuatu yang peristiwa bernilai berita sangat berpotensi untuk digrounded, dicopot, kena sanksi dan ditempatkan sebagai pegawai administrasi.
Mengapa? Ya, karena ia tak lagi punya cita rasa terhadap peristiwa yang berbeda dan patut diangkat sebagai berita yang aktual.
Hmmm. Itu sebabnya, meski tak lagi sebagai jurnalis, penyesalan menangkap momen langka seorang pengantin berpidato masih terasa hingga tulisan ini dibuat.