Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pitutur Emak Ngah dan Celoteh si Beo

22 Desember 2019   19:30 Diperbarui: 23 Desember 2019   07:06 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Emak dan anak sangat dekat meski tengah sibuk. Foto | Republika.

Di kalangan masyarakat Melayu, pitutur itu bisa jadi sama dengan petuah. Nasihat. Nasihat seorang ibu kepada seorang anak tak mengenal waktu. Tiap hari. Ia tak bosan menyampaikannya.

Boleh jadi seorang ibu menasihati anak yang masih kecil bagai radio rusak semata-mata untuk kebaikan masa depannya. Namun penyampaiannya berbeda kala anaknya sudah dewasa.

Nasihat kepada anak yang dewasa atau sudah berumah tangga biasanya disampaikan oleh ibu pada momen penting, seperti pada Idul Fitri. Atau kala rumah tangganya ditimpa "prahara" yang menjurus kepada perceraian.

Di kalangan masyarakat Jawa, pitutur masih kuat melekat. Tak heran karenanya banyak warga yang bermukim di luar Pulau Jawa selalu menyempatkan diri mengunjungi orangtua. Karena itu mudik menjadi penting dan menjadi bagian dari ritual ibadah Ramadan. Nah, dalam kesempatan itu si anak mendapati petuah dari orangtua.

Ilustrasi. Emak dan anak sangat dekat meski tengah sibuk. Foto | Republika.
Ilustrasi. Emak dan anak sangat dekat meski tengah sibuk. Foto | Republika.
Nasihat atau pitutur dalam kultur Jawa di antaranya yang sering penulis dengar adalah tentang pembelajaran sabar dalam mengarungi kehidupan. Orang sabar itu rejekinya akan lapang (Wong yen Sabar, rejekine Jembar).

Ketika sang anak melaporkan prihal kesulitan yang dihadapi, sang ibu memberi nasihat agar dalam menjalani kehidupan lebih mengedepankan sikap mengalah, maka hidup akan berkah (Wong yen Ngalah, uripe bakal Berkah). Jadilah orang yang jujur, maka ke depan hidup bakal makmur (Sopo sing Jujur, uripe yo Makmur).

Kalimat Ing Ngarso Sung Tulodomemiliki yang berarti memberikan tauladan di depan, Ing Madya Mangun Karso memiliki arti di tengah membangun semangat dan Tut Wuri Handayani berarti memberikan dorongan dari belakang, sesungguhnya adalah suatu bukti pitutur demikian kuat melekat dalam budaya kita.

Sungguh, hal ini dalam perspektif budaya perlu dilestarikan. Banyak kalimat dari etnis Jawa yang singkat tetapi penuh makna. Pada momen Hari Ibu 2019, baiknya semua itu dapat direnungkan kemudian dijadikan pelajaran dan pedoman dalam hidup.

***
Lantas, bagaimana dengan petutur di kalangan etnis Melayu?

Sama saja. Hal ini juga ada di kalangan masyarakat Melayu. Hanya saja cara penyampaiannya lebih mengarah kepada cara berpantun.

Penulis cukup lama tinggal di kalangan etnis Melayu. Tepatnya di Kalimantan Barat. Provinsi ini memang didominasi etnis Melayu, Dayak dan etnis lainnya seperti Madura, Bugis dan Jawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun