Ini bukan hal baru bahwa Kementerian Agama (Kemenag) akan melakukan sertifikasi bagi para ustaz (penceramah) dengan maksud meminimalisir ajaran menyesatkan yang jauh dari nilai-nilai Pancasila.
Beberapa tahun silam Kemenag membuat daftar para dai, mubaligh atau penceramah guna memenuhi harapan publik. Saat itu publik punya keinginan mendapatkan dai yang pantas sehingga jemaah di masjid tak dibuat bingung dengan tausiyah yang disampaikan kala berceramah.
Saat itu juga, lepas sehari pernyataan keluar dari mulut seorang menteri agama, publik melontarkan reaksi beragam. Alasan paling mengemuka adalah tak patut kementerian membuat aturan bagi para penceramah. Masuk pada ranah substansi agama.
Alasan lain yang sering diangkat berulang-ulang adalah bahwa hal tersebut telah melanggar kebabasan ulama dalam menyampaikan ajaran ke publik.
Menteri Agama Jenderal TNI (Purnawirawan) Fachrul Razi, baru-baru ini mengeluarkan pernyataan bahwa ia berencana menggelar penataran bagi ustad-ustad atau penceramah. Tujuannya untuk mencegah tersebarnya ajaran-ajaran provokatif kepada masyarakat lewat masjid-masjid atau tempat (rumah) ibadah lainnya.
Sungguh, kedengarannya menyejukan. Niat baik itu harus disambut. Namun niat baik belum tentu berbuah baik. Malah bisa berbalik, reaksi negatif yang didapat.
Sebab, jangan dikira ajakan yang menggembirakan itu dapat sambutan hangat semua pihak. Alasannya, ya seperti tadi, reaksi pasti beragam. Kata orang tua, rambut boleh sama hitam, tetapi siapa tahu kedalaman lautan hati seseorang.
Coba lihat, belum kering bibir Menag mengeluarkan pernyataan terkait orang bercadar atau bercelana cingkrang, Ketua DPP PAN Yandri Susanto menyebut pernyataan Menag Fachrul Razi  sebagai menyakitkan umat Islam. Labelisasi radikal atas simbol tertentu adalah pernyataan yang tidak produktif.
Labelisasi radikalisme dapat memicu konflik horizontal jika pemerintah tak menjelaskan secara rinci siapa pihak yang dimaksud radikal. Karena itu pemerintah perlu mendefinisikan makna radikal yang sering didengungkan.
Ujungnya, Yandri meminta Fachrul tak usah mencampuri urusan berpakaian warga negara. Menag sebaiknya fokus menjaga kenyamaman dan keamanan beragama seluruh warga Indonesia, sesuai dengan tugas kementerian itu.
**