Usai shalat Isya berlanjut dengan kegiatan zikir rutin. Istirahat sebentar, sekira Pukul 11.00 WIB, rombongan bertolak dari Pontianak ke Pantai Singkawang.
Perjalanan Pontianak -- Singakwang bisa ditempuh dalam tiga jam. Mungkin bisa lebih cepat, karena tempat acara mujahadah belum sampai masuk wilayah kota Singkawang. Wuih, terasa enak perjalanan malam hari terlebih bersama rombongan ustaz dan Pak Guru.
Sungguh, di luar dugaan, dalam perjalanan kami mendapat ujian. Sebelum memasuki wilayah Punyuh, masih wilayah Kabupaten Pontianak, perkiraan di Desa Nusa Pati, kami sudah ditunggu seekor anjing besar di tengah jalan.
Penulis, sebagai pengemudi saat itu, sudah memberi aba-aba dengan lampu dan klakson dari jarak jauh agar segera minggir. Tapi, sungguh aneh, anjing berwarna hitam putih berlari ke arah mobil yang tengah melaju cepat. Lalu, di tengah jalan, mahluk itu lari ke kolong mobil.
Mobil kami yang bermuatan sekitar enam orang terangkat sekitar satu meter dari permukaan jalan aspal. Lantas, kembali jatuh ke atas permukaan jalan secara merata. Tidak nyungsep, tapi kembali pada posisi berjalan biasa.
Kami menduga, anjing yang tergolong mahluk halus ini dikirim dukun yang bermukim di daerah sekitar. Mereka merasa terganggu lantaran kami sepanjang jalan tak henti bermunajat kepada Allah, zikir terus tak henti-henti. Tapi, pertanyaannya, sudahkah serangan itu berakhir. Ternyata, tidak.
Bola api berjatuhan di sepanjang jalan yang kami lalui. Melihat fenomena aneh ini, hati, pikiran dan konsentrasi membawa mobil makin ditingkatkan. Pikir penulis saat itu, ternyata, pada malam hari masih ada saja orang bekerja sama dengan setan untuk mencederai tujuan mulia manusia yang hendak mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta.
**
Berbekal dari seringnya ikut perjalanan Pak Guru ke berbagai pedalaman wilayah Kalimantan Barat, memberikan pelatihan fisik ilmu hikmah kepada ikhwan, berzikir dan memberi pertolongan kepada publik yang membutuhkannya, rasa ria yang selama ini bersemayam di hati penulis secara bertahap mulai mengendur.
"Kalau dahulu diri ini seperti raja preman, sekarang diri ini terasa tak punya apa-apa. Nol besar," begitu perasaan hati kala berada di berbagai tempat.
Tanpa disadari, mungkin lantaran pikiran, ucapan, tindakan dan perbuatan, selalu  diarahkan untuk ibadah, berpasrah diri, dada yang biasanya disesaki perasaan negatif, kini menjadi terasa lapang. Ikhlas menjalani kehidupan.