Jangankan menyaksikan para bocah membawa obor berkeliling kampung, untuk mendengarkan tausiyah saja dari ulama di masjid-masjid kota Makkah tak terdengar. Adem ayem, malam 1 Muharram di kota itu tak ada keramaian dan akhirnya penulis isi dengan kegiatan i'tikaf di Masjidil Haram.
Sempat terlintas pertanyaan dalam hati, kok tak seramai seperti di Tanah Air?
Merasa tak puas, lalu penulis bertanya-tanya kepada sesama rekan yang menjadi petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH). Jawaban yang diperoleh tak terdengar.
Ia hanya menggelengkan kepala sebagai tanda tidak mengetahui prihal 1 Muharram di kota suci itu, mengapa tidak diperingati sebagaimana yang terjadi di Tanah Air.
Ada perasaan ingin protes. Lantas dijawab oleh diri sendiri, "Elu itu emangnya siapa di sini? Bukan apa-apa."
Lain ladang lain belalang lain lubuk lain ikannya. Setelah memahami pribahasa ini, maka tentu sebagai tamu Allah harus menghormati tuan rumah. Karena itu, di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Siapa pun dia, eloknya, haruslah mengikuti, menghormati adat istiadat di tempat tinggalnya.
Kita paham bahwa musim haji saat 1 Muharram telah berakhir. Namun banyak di antaranya petugas haji, dalam hal itu PPIH Arab Saudi, belum bisa kembali ke Tanah Air lantaran harus menyelesaikan evaluasi pelaksanaan ibadah haji pada tahun itu.
Penulis yang beberapa tahun silam ikut dalam PPIH Arab Saudi beruntung mengalami 1 Muharram di Makkah. Awalnya, tahun baru Islam itu akan diperingati meriah. Beranjak dari pemikiran itulah penulis berkeinginan kuat untuk berkeliling kota Makkah.
Hasilnya, nihil. Jangankan ada keramaian kumpulan orang menyambut tahun baru Islam. Kegiatan penyampaian tausiyah saja dari ulama setempat tak terdengar.
Wuih! Ternyata penilaian penulis salah besar menganggap Makkah menjadi padoman bagi umat Islam di Tanah Air. Utamanya dalam hal budaya ke-islaman dan ritual ibadah lainnya. Seperti juga tahun-tahun sebelumnya, TahunBaruIslam1441Hijriah tak ada peringatannya.
Ternyata, ya nggak. Akhirnya, ya kembali lagi kepada pribahasa tadi, lain ladang lain belalang lain lubuk lain ikannya.