Isteri saya selalu mengingatkan akan bahaya nyamuk. Berkali-kali menjelang shalat Magrib tiba ia mengeliuarkan pernyataan bahwa dirinya tidak takut dengan seekor nyamuk, tapi yang perlu ditakuti adalah para nyamuk betina. Karenanya, para lelaki harus hati-hati lantaran tidak bisa membedakan nyamuk betina dan jantan.
Seekor nyamuk tak akan mematikan manusia. Tapi gerombolan nyamuk betina itulah yang dapat mengisap darah manusia secara bersamaan. Meski serangannya tidak mematikan seketika,para nyamuk betina dapat membuat orang yang diserangnya lantas masuk rumah sakit.
Jadi, nyamuk itu beraninya main keroyokan. Untuk mengisap darah sendirian, ya takutlah. Persis anak-anak sekolah menyerang lawannya ketika sedang sendirian.
Mendengar penjelasan seperti itu, penulis hanya mampu melempar senyum. Apa lagi sudah disebut nyamuk betina. Bila mendiskusikan prihal nyamuk yang satu itu,bisa jadi pembicaraannya dapat melebar dan panjang. Maklum nyamuk betina bisa dikonotasikan 'miring', mengingat lagi nyamuk selalu bergerak di kegelapan malam. Nah, lantas dikaitkan dengan sebutan 'betina' yang dapat dimaknai sebagai wanita malam.
Hmmm. Kalau begitu, pantas saja ada pihak yang menyebut mahluk pengganggu dalam kehidupan malam itu dipadangkan dengan orang-orang yang bekerja mengusik kehidupan (pribadi) dan ketenengan rumah tangga.
![Petugas dari Kemenkes perlihatkan perangkap nyamuk. Foto | Dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/07/25/20190724-101518-5d392baf0d82301ea2456862.jpg?t=o&v=770)
Dalam dunia modern, orang-orang beken atau kondang biasanya sering diganggu awak media yang datang ke kediamannya secara tiba-tiba. Apakah dia sebagai aktor, artis, pemain sinetron, pejabat dan ulama sekalipun tak luput diganggu awak media atau pers (jurnalis).
Kadang datang berdua, atau main keroyokan tanpa membuat janji terlebih dahulu. Tahu-tahu muncul di kediamannya secara bergerombolan. Ya, jelas saja si tuan rumah yang di kalangan publik sudah demikian tenar tidak dapat menghindar. Mereka yang kadang datang secara keroyokan itu memaksa si tuan rumah untuk mengeluarkan pernyataan.
Boleh jadi si awak media meminta penjelasan terkait dengan isu yang tengah aktual. Atau bisa pula terkait dengan diri pribadi tuan rumah lantaran punya kaitan dengan isu yang tengah berkembang. Wah, pokoknya si tuan rumah jadi kewalahan melayani awak media.
Nah, lantaran awak pers atau media tadi datang secara keroyokoan, lantas mereka memaknainya sebagai nyamuk pers. Sebutan itu tidak terlalu salah sih, meski bagi kalangan pengelola media dan profesi jurnalis terasa berat menerimanya. Tapi, ya itulah realitas.
Sejatinya, pers memang selalu bekerja sesuai dengan isu yang tengah berkembang. Kejar dan kejar terus sampai isunya dibeberkan di media massa hingga terang benderang. Ia hadir di tempat tertentu sesuai dengan indra penciumannya.