Sudah sering terdengar dalam bahasa yang sederhana, sudah benar saja masih disalahkan, apa lagi jika melangkah dalam posisi tidak tepat, sangat mungkin jadi sasaran empuk umpatan dan caci maki.
Hadirnya kabinet banyangan dengan sejumlah menteri lama dan menteri muka baru -- seperti ditayangkan di layar kaca - dalam kabinet kerja jilid dua nanti, boleh jadi dapat memuaskan publik untuk sementara. Namjun, penting diperhatikan dari pengalaman sebelumnya, publik akan marah kalau saja kemudian hari para menteri itu tak punya integritas.
Apa lagi menjadikan insitusi kementeriannya sebagai "ladang" untuk mengisi  pundi-pundi pribadi dan kelompok. Tentu saja itu tak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi. Karenanya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jauh hari selalu mengingatkan, jangan bermain api jika tak ingin nanti kebakaran jenggot.
KPK memang sudah menyadari hal itu. Lembaga antirasuah itu harus tampil ke permukaan. Sebab, praktik korupsi kini makin canggih. Terminologinya pun demikian. Sebutan meminta dolar diubah dengan apel. Demikian juga untuk gratifikasi, jual beli jabatan diubah dengan sebutan uang seserahan.
Pengalaman seorang menteri masuk hotel prodeo sayogianya dapat dijadikan pengingat bahwa koruptor tak ada tempat lagi di negeri ini. Kendati demikian kita masih khawatir bahwa ke depan, bisa juga seserahan dimaknai sebagai uang sesembahan.
Dalam terminologi agama sesembahan dimaknai sebagai Allah yang patut disembah dan diibadahi. Sayang, tidak pada sang koruptor, uang sesembahan menjadi demikian penting.
Nauzubillah min zalik. Ya Allah, lindungi kami daripada perkara buruk itu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI