Beberapa tahun silam rekan penulis yang baru dipindahkan dari daerah ke kantor pusat berhadapan dengan pihak penegak hukum karena berdasarkan pengaduan dan laporan kepada pihak manajemen jelas-jelas terbukti melakukan perbuatan asusila.
Pihak kepolisian menindaklanjuti laporan manajemen. Laporan bukan datang dari satu atau dua orang korban, tetapi hingga lebih dari lima orang melaporkan perbuatan pelaku yang kemudian disebut sebagai perbuatan pelecehan.
Penulis menaruh hormat kepada pihak manajemen karena demikian cepat mengambil tindakan. Namun yang manarik dari kasus itu adalah prilaku yang merendahkan martabat perempuan.
Penulis sebut namanya si Pulan, bukan nama sebenarnya. Ketika dipindahkan ke kantor pusat, ia punya gaya berbeda dengan para pegawai lainnya. Tampil necis, dan sering menebar senyum ramah.
Namun ketika berada di ruang kerja, ia seperti seorang raja. Maklum, ia punya jabatan dan patut mendapat hak dilayani anak buah meski hal itu tak perlu.
Nah, dengan kelebihan yang dimilikinya itu, Pulan berbuat semaunya. Ia tak mengindahkan hak perempuan untuk dihormati. Mungkin lantaran dirinya tengah berada di "atas roda", ia berbuat semaunya. Buntutnya, ia berurusan dengan pihak kepolisian.
Selanjutnya Pulan menjalani hukuman dan dipecat dari kantornya.
**
Lelaki yang tengah memegang jabatan, kedudukan tinggi dan gaji menggembirakan sering lupa diri. Bahkan tampilan necis di hadapan publik seperti dibuat-buat. Jauh dari sikap wajar.
Sikap berlebihan si Pulan tadi, di kalangan para ahli jiwa dapat dimaknai bahwa yang bersangkutan tengah menghadapi ketidak-seimbangan kepribadian. Ia kemudian berperilaku sebagai seorang penggede, penguasa dan cenderung berlaku semena-mena.
Dalam teori kepemimpinan, si Pulan bisa disebut sebagai tipe pemimpin berkepribadian ganda. Kadang otoriter dan tiba-tiba berubah sebagai penjilat ke atasan dan menginjak ke bawahannya.
Perbuatan orang punya kepribadian seperti itu sesungguhnya tak hanya terjadi pada lingkungan perkantoran, di lingkungan sekolah dan institusi lainnya bisa terjadi.
Kasus aktual yang mirip dengan si Pulan tadi adalah kasus yang menimpa Baiq Nuril Maknun. Â Kasus tersebut berlangsung pada 2012 saat Baiq Nuril masih menjadi staf honorer di SMAN 7 Mataram. Sedangkan Muslim kala itu masih menjabat kepala sekolah.
Kasus tersebut mendapat perhatian luas, termasuk dari Presiden Joko Widodo. Â
Seperti diwartakan,  kasusnya berawal kala Baiq Nuril menerima telepon dari  kepala sekolah di Mataram itu. Melalui sambungan telepon tersebut, Muslim menceritakan hubungan badannya dengan seorang wanita yang bukan istrinya.
Wanita tersebut juga dikenal oleh Baiq. Karena merasa dilecehkan, Baiq Nuril kemudian merekam perbincangan tersebut.
Rekaman tersebut diserahkan oleh Nuril kepada rekannya. Pada tahun 2015, lantas rekaman perbincangan tersebut beredar luas di masyarakat.
Muslim melaporkan Baiq Nuril karena telah merekam dan menyebarkan rekaman tersebut serta membuat malu keluarganya.
Pengadilan Negeri Mataram  memvonis Baiq Nuril bebas . Namun  jaksa mengajukan banding hingga tingkat kasas. MA menjatuhi vonis hukuman enam bulan penjara.
Baiq Nuril juga dituntut denda Rp500 juta. Wanita tersebut dianggap melanggar UU ITE.
**
Kasusnya kemudian menggelinding bagai bola salju setelah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menyebut Jokowi akan segera mengeluarkan amnesti untuk Baiq Nuril. Langkah itu diambil lantaran Mahkamah Agung (MA) menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan Baiq Nuril.
"MA menolak permohonan peninjauan kembali pemohon atau terpidana Baiq Nuril yang mengajukan PK ke MA dengan Nomor 83 PK/Pid.Sus/2019. Dengan ditolaknya permohonan PK pemohon atau terpidana tersebut, maka putusan kasasi MA yang menghukum dirinya dinyatakan tetap berlaku," kata Juru Bicara MA Hakim Agung Andi Samsan Nganro melalui keterangan tertulis pada Jumat (5/7/2019).
MA berkeyakinan bahwa Baiq Nuril berbuat salah melakukan perekaman ilegal lalu menyebarluaskan rekaman itu. Â
Pada kasus ini, Â Baiq Nuril mengaku sebagai korban pelecehan seksual oleh Muslim yang merupakan atasannya. Baiq Nuril melaporkan H Muslim karena diduga telah melakukan tindak pidana pencabulan. Â
Vonis MA ini membuat Baiq Nuril harus menjalani penjara selama enam bulan.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly meyakini DPR akan memberikan persetujuan. Â Meski MA telah menolak PK Baiq Nuril, Jaksa Agung HM Prasetyo mengaku tidak terburu-buru untuk melakukan eksekusi.
Sikap MA dengan keputusannya itu ditanggapi anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan. Ia geram dan mengajak rekan-rekannya di gedung dewan  untuk mendukung usulan pro-Baiq Nuril ini.
"Saya mengajak teman-teman di Komisi III untuk menunda pembahasan anggaran Mahkamah Agung, sampai dengan DPR memperoleh informasi resmi terkait dengan tragedi kemanusiaan yang dihadirkan oleh Mahkamah Agung ini dapat diklarifikasikan ke kami," ujar Arteria kepada wartawan.
MA dinilainya gagal menjadi benteng terakhir para pencari keadilan. MA juga seperti menara gading dan terkesan berjarak dengan rakyat. MA justru dinilainya mengkriminalisasi Baiq Nuril.
**
Amnesti menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu.
Ketika penulis belajar ilmu hukum, amnesti dimanai sebagai pernyataan terhadap orang banyak yang terlibat tindak pidana untuk meniadakan hukum pidana yang timbul dari tindakan pidana tersebut.
Nah, jika kita melihat dari definisi dari amnesti itu, Baiq Nuril tentu saja bisa bebas dari jerat hukuman. Sebelum langkah itu diambil,  pihak  Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia meminta pendapat dari pakar hukum. Langkah Yasonna sungguh tepat agar di kemudian hari tak menimbulkan efek buruk dari sisi hukum.
Seandainya kita meyakini Baiq Nuril bebas, lantas bagaimana dengan pelaku pecehan itu sendiri. Dalam hal ini H Muslim yang diduga telah melakukan tindak pidana pencabulan. Â
Selama ini Muslim belum tersentuh hukum. Sayogianya Muslim harus diproses secara hukum pula. Dikhawatirkan bila dibiarkan banyak wanita korban pelecehan seksual  takut untuk melapor.
Pertanyaannya, mungkinkah H. Muslim akan mencicipi hotel prodeo seperti yang dialami si Pulan?
Sumber bacaan satu dan dua
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H