Masih enggak percaya, dialek Betawi itu masih digunakan warga Ibu Kota Jakarta meski penggunanya terasa mulai langka. Kita tahu, realitasnya, orang Betawi kini ogah menggunakan dialek Betawi di tempat keramaian umum.
Alasan utama, lantaran dianggap tidak sopan. Misalnya penggunaan kata elu dan gue, yang jika salah penempatan, utamanya kala bicara dengan orangtua, penggunaan kedua kata tersebut bisa berakibat dimarahi orangtua.
Pada perayaan hari ulang tahun Jakarta, Sabtu siang, penulis bersama istri pergi ke kawasan Grogol, Jakarta Barat dari Pintang Ranti, Jakarta Timur, menggunakan TransJakarta. Ini suatu kebetulan saja. Biasanya penulis menggunakan kendaraan pribadi meski Jakarta sering didera kemacetan di berbagai titik.
Hari itu, kendaraan tak bisa keluar dari garasi rumah karena jalan di kawasan kediaman penulis, wilayah Ceger, Cipayung, Jakarta Timur, tengah diaspal. Pengaspalan ini adalah bagian dari proyek Jakarta untuk meningkatkan layanan umum dari sisi infrastruktur.
Jakarta memang tengah terus bersolek, mempercantik diri meski jalan yang ditingkatkan itu berupa gang senggol.
"Ketua erte gue skarang punya otak. Erte nyang dulu, otaknya beku," kata seorang empok dalam suatu obrolan di dalam TransJakarta.
Saat itu, penumpang angkutan cepat massal tengah padat. Manajemen TransJakarta memberlakukan pembebasan tarif alias gratis. Â Penulis sendiri merasa kaget, ketika menggesek kartu e-toll, nilainya tidak berkurang. Penjaga gerbang di terminal bus way yang mengenakan baju kebaya menjelaskan bahwa layanan TransJakarta digratiskan. Ini dalam rangka menyambut ulang tahun kota Jakarta.
Hehehe, pantas saja banyak emak-emak dan empok-empok bawa anak, bahkan masih balita digendong, mau berdesak-desakan menggunakan TransJakarta menuju ke kawasan Hotel Indonesia dan Monas, untuk ikut menyaksikan keramaian di jantung kota Jakarta Sabtu malam.
Kembali kepada pembicaraan tadi.