Kerja jurnalis itu tak pernah memuaskan. Kalau di dalam dirinya telah hadir rasa puas, maka lekas-lekaslah 'cabut' dari profesi ini. Jika pada diri jurnalis telah dihinggapi rasa puas, bisa jadi ia hanya disebut menjalankan fungsi juru penerang.
Orang bijak menyebut, jika jurnalis merasa puas bisa jadi ia telah dihinggapi penyakit angkuh. Lebih mengkhawatirkan lagi dihinggapi keangkuhan intelektual.
Sungguh, saya gembira membaca laporan Majalah Tempo online edisi Senin, 10 Juni 2019, yang mengungkap seputar peristiwa kerusuhan 22 Mei 2019. Meski harus melalui proses registrasi untuk dapat membacanya secara gratis, Â itu sangat membantu untuk memahami peristiwa menghebohkan itu.
Menjadi kuli tinta, sebutan profesi jurnalis masa silam, dapat digambarkan ibarat memasukan kaki ke dalam sungai. Kala melangkah, kaki terantuk batu. Saat demikian, kita bisa mengambil sikap, tendang batu itu. Tersingkir. Beres.
Tapi, kalau batu itu besar, batu ditentang, maka kaki kita yang luka. Bila ditendang terlalu keras, kaki bisa patah. Lantas, kita mengambil sikap. Logika kita mengatakan, oh ada batu. Kita mundur. Tapi bukan berarti mundur terus, tetapi mencari jalan lain yang tak ada batu besar. Ini jelas memelahkan. Di sini kita perlu memiliki rasa sabar.
Gambaran bahwa batu kecil mudah diatasi dan batu besar harus dihindari ketika melakoni profesi jurnalis itu, sesungguhnya merupakan petuah dari Jakob Oetama, pendiri, pemimpin umum dan pemimpin harian Kompas.
 Ia membuat perumpamaan posisi jurnalis yang hingga kini masih dijunjung para pelakunya. Menjadi jurnalis harus punya integritas, berani menghadapi rintangan, tak kenal lelah dalam bekerja dan tidak cepat puas.
Kini para jurnalis dituntut bekerja  lebih profesional  dan dilaksanakan secara konsisten. Jurnalis dituntut untuk mengungkap setiap fakta sebagaimana adanya.
".....terpenting jangan merasa puas. Tetapi, perlu mempersoalkan terus. Sebab, kalau sudah ditanggapi rasa puas, dia bukan lagi jurnalis. Paling banter hanya berfungsi sebagai juru informasi," kata tokoh pers Atmakusumah.
**
Lantas, ada apa Tim Mawar melaporkan Majalah Tempo ke Dewan Pers?