Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Meriam Karbit di Atas Gertak, Suaranya Bukan Gertak Sambal

9 Mei 2019   10:25 Diperbarui: 9 Mei 2019   10:34 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, Meriam Karbit khas Pontianak. Foto | Pontianakpos

Jangan kaget, di kawasan ini juga ada beberapa gang menuju ke sungai yang disebut juga gertak. Itu memang karena pemukiman di tepi Kapuas jalan-jalannya terbuat dari kayu. Warga setempat lantas menamai gertak satu, gertak dua dan seterusnya.

Nah, untuk meriam karbit yang diletakan di atas gertak tidak dimaksudkan sebagai gertakan. Bukan pula untuk menakuti para penghuni. Tapi, menurut penulis, punya kaitan dengan sejarah kelahiran kota Pontianak yang juga punya julukan si kota hantu.

Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie, pendiri dan Sultan pertama Kerajaan Pontianak. Ia dilahirkan pada tahun 1142 Hijriah / 1729/1730 M, putra Al Habib Husin, seorang penyebar ajaran Islam yang berasal Arab. Ketika ia membuka hutan di kawasan tepi Kapuas, tepatnya Batulayang, banyak hantu mengganggu. Untuk mengusirnya, ya menggunakan dentuman meriam bersuara keras.

Kembali kepada soal meriam karbit - yang kemudian menjadi ikon bagi kota Pontianak - belakangan ini makin populer. Padahal untuk membuatnya, wuih, ketika penulis saksikan, sangat sulit. Meriam karbit dibuat dari kayu bulat besar yang dibolongi di bagian tengahnya. Batang meriam karbit dari kayu sepanjang hingga 10 meter dengan diameter sekitar 1 meter itu diikat dengan rotan.

Usai pekerjaan itu, lalu keduanya disatukan kembali dan diikat dengan rotan. Nah, meriam ini ketika tidak digunakan direndam di tepi sungai. Saat Ramadan diangkat oleh para bocah untuk digunakan kembali. Jadi, sudah jadi tradisi Ramadan. Meriam dipasang berderet. Para donatur datang membawa karbit. Maka, ramailah dentuman meriam karbit yang menyerupai bom.

Meriam diletakan di atas gertak. Para bocah meletakan meriam karbit itu bisa 3 hingga 9 buah. Kala diledakkan, dilakukan dengan cara menyulut seperti juga meriam terbuat dari bambu, dilakukan secara bergantian.

Ingin mendengar suara sekeras bom, datanglah pada saat Ramadan ini ke tepi Sungai Kapuas, Pontianak. Dentuman meriam karbit di tepi Sungai Kapuas bisa 'dinikmati' dalam suasana ibadah puasa. Ya, sambil uji nyali mendengarkan keras suara meriam tersebut.

Anak-anak di kawasan ini punya kebiasaan memainkan meriam karbit. Beberapa tahun silam, memang penulis punya kebiasan menyumbangkan karbit kepada 'budak-budak', maksudnya para bocah berwajah ceria, yang memainkan meriam karbit.

Kini  tradisi permainan rakyat meriam karbit telah resmi menjadi warisan kesenian budaya Melayu Pontianak. Tegasnya, sudah mendapat pengakuan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai warisan budaya tak benda. Meriam Karbit telah menjadi salah satu ikon wisata kota Pontianak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun