Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jokowi dan Prabowo Ikut Akrab dengan Kata Zalim

31 Januari 2019   10:04 Diperbarui: 31 Januari 2019   10:08 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dikit-dikit menyebut dizalimi. Dikit-dikit bercerita kepada teman bahwa dirinya dizalimi. Siang, malam dan di berbagai tempat dan kesempatan,  sepertinya tidak "afdal" bila tidak menyebut kata dizalimi.  Kehadiran di muka bumi ini terasa tidak sempurna bila tidak menyebut dizalimi, meski  tidak ada yang menzalimi.

Kata zalim, dizalimi, menzalimi, penzaliman belakangan ini terasa makin mendapat tempat di hati masyarakat karena seringnya publik dijejali kata zalim. Kalau di lingkungan pengajian kita sering mendengar kata zalim, hal itu biasa. Tapi, lihat, ketika artis berkelahi dengan sesamanya, mereka di layar kaca melontarkan kata-kata zalim.

Pengacara pun makin rajin menggunakan kata zalim katika membela kliennya. Pengacara lain juga sama saja ketika mempertahankan argumentasi dari serangan pihak lawan.

Kata zalim dahulu jarang digunakan. Belakangan seolah "naik daun".  Kata zalim makin populer dalam tahun politik ini. Mengapa?

Begini. Pada pembicaraan di sebuah warung kopi di kota Batam, para politisi tengah kumpul. Biasa, di sini mereka tengah kongko, ngobrol. Bicara ngalor-ngidul membahas kesiapan menghadapi Pilpres 17 April 2019, yang belakangan ini "tensinya" makin meninggi. 

Sebut saja namanya si Raudin dengan sejumlah temannya. Ia menyebut, kubu 02 Prabowo Subianto -- Sandiaga S Uno telah dizalimi rekannya sendiri. Bisa disebut peristiwanya seperti menggunting dalam lipatan yang berujung pada penzaliman.

Mendengar kata-kata "menyeramkan" itu, kuping penulis terasa berdiri. Ingin mendengar, apa sih yang ingin disampaikan. Sebagai manusia normal, punya naluri ingin tahu. Rasa ingin tahu pun semakin menggunung. 

Tak ingin lagi mendengar suara musik, tak ingin lagi mendengar suara orang lain berceloteh di kedai kopi itu. Yang dimaui adalah, kalimat apa selanjutnya dari mulut Raudin.

Peristiwa Ratna Sarumpaet adalah puncak penzaliman kepada pasangan kubu 02. Ratna telah melakukan penzaliman terhadap Prabowo dengan mengangkat isu dirinya dipukuli orang tak kenal. Isu yang diciptakannya kala itu dimaksudkan menggiring opini publik bahwa pelakunya dari lingkungan kubu 01 Joko Widodo -- KH Ma'ruf Amin.

Usai pihak kepolisian melakukan investigasi,  Ratna mengakui berbuat telah menciptakan berita bohong. Tapi, itu tidak berarti telah menghilangkan ingatan publik terhadap peristiwa tersebut. Publik saja masih ingat, apa lagi Prabowo, pimpinannya yang harus dihormati tetapi malah dizalimi. Ratna juga mengaku sebagai ratu hoax terbaik.

Hebatnya lagi, pengakuan Ratna itu disampaikan melalui jumpa pers yang dihadiri awak media nasional dari berbagai kalangan. Beruntungnya, saat itu, pemberitaan yang disiarkan secara langsung tidak ditambahi komentar dari kubu 02 bahwa pers telah melakukan "pelacur intelektual". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun