Trans Jogja punya ciri khas tersendiri, sesuai dengan sebutannya sebagai kota pelajar. Di kota "gudeg" ini, warganya ramah dan tidak berebut ketika naik bus. Apa lagi 'unyel-unyelan".
Berbeda jika kita menyaksikan warga ibukota ketika dilayani awak Trans Jakarta, ciri yang menonjol adalah sikap warganya yang terlihat tergesa-gesa dan tak sabar. Â
Ini bisa dipahami. Sebab, warga ibukota lebih beragam yang dilayani. Ini Jakarta, bung! Â Begitu warganya mengungkapkan kalimat tersebut untuk menunjukan dirinya tengah sibuk.
Meski begitu, bagi warga Jakarta, transportasi umum Bus Rapid Transit (BRT) itu sungguh dirasakan manfaat dan kenyamanannya dalam keseharian ketika warga setempat menuju tempat kerja.
Apa lagi dibanding moda angkotan bus kota pada beberapa tahun silam. Sayangnya, ketika ada orang tua tak dapat duduk, orang lebih muda kadang perlu ditegur kondektur lebih dulu agar tempat duduknya dipakai orang tua.
Lagi-lagi jika dibandingkan dengan penduduk ibukota, di sini ketika antre masuk ke bus di halte (shelter) Â terasa santai. Tak perlu berdesak-desakan. Tak ada copet.
Penulis ketika menggunakan Trans Jakarta pernah menyaksikan pencopet ditangkap di Centeral Bus Trans Jakarta Harmoni. Petugas kemanan cepat mengamankan pencuri telepon genggam.
Satu hal yang sulit dilupakan penulis ketika menaiki Trans Jogja ketika libur bersama isteri. Di halte tersedianya buku-buku bacaan bagi penumpang. Buku bacaan ringan ditempatkan di rak shelter yang berdekatan dengan Jalan Malioboro.