"Praktik nikah siri sebaiknya dihapus," kata Ba'asyir.
Penulis mendapat jawaban itu merasa gembira. Ini informasi baru dari seorang ustaz. Berbeda dengan tokoh agama lain yang memberikan jawaban berputar-putar kala ditanyai prihal nikah siri. Nikah siri (di bawah tangan) dipahami dari sisi agama sah meski tidak tercatat di  Kantur Urusa Agama (KAU). Sebaiknya, seperti ditegaskan Pendiri Pondok Pesantren Islam Al Mu'min di Ngruki, Sukoharjo, nikah siri dapat menimbulkan fitnah.
Orang yang sudah menikah itu tidak boleh takut. Apa lagi jadi pengecut. Wah, bagi penulis, mendengar kata-kata ini terasa "menjual" jika dikutip. Ia lantas melanjutkan kalimatnya, syarat pernikahan itu adalah yang harus dipenuhi antara lain diketahui orang banyak.
Nah, kalau nikah siri, pelakunya tidak ingin diketahui orang banyak. Itu namanya pengecut. Ia mengakui bahwa setiap perkawinan tidak harus dicatatkan di KUA. Namun jika pemerintah menganjurkan agar dicatatkan di KUA juga tidak salah agar anak yang lahir kelak mudah diurus administrasi kependudukannya.
Duduk soalnya bukan soal didaftar atau tidak, karena Alquran tak memerintahkan demikian. Jika seseorang hendak berpoligami, maka hendaknya yang bersangkutan punya itikad baik, yaitu bersikap adil kepada isteri-isterinya.
Ba'syir menolak bagi seorang pria jika ingin beristeri perlu izin dari peradilan agama. Ini tak perlu. Cukup dari isteri dengan ketentuan yang bersangkutan sanggup bersikap adil dalam pengertian lahiriah. Jika seorang tak berani adil kepada isterinya maka sebaiknya tak usah nikah lebih dari satu kali .
Realitasnya, tetap saja nikah siri dilakukan secara sembunyi. Tentu saja, seperti disebut Ba'asyir, orang itu pengecut. Kalau sudah jadi pengecut, mustahil bin mustahal orang itu bisa bersikap adil kepada isteri-isterinya.
Lepas dari hasil wawancara yang kemudian beritanya banyak dikutip berbagai media massa, penulis menarik kesan bahwa pemahaman ustaz tentang urusan prihal nikah sangat mendalam. Bahwa anjuran nikah siri sebaiknya dihapus, tentu jika dilaksanakan akan menimbulkan pro dan kontra. Bagi "hidung belang" tentu setuju jika nikah siri tetap diberlakukan seperti sekarang.
Bagi yang mendukung, tentu akan melancarkan tugas pemerintah. Setidaknya, tidak ada lagi anak bertatus tak jelas nasabnya. Hak anak tetap melekat seperti mendapat akte kelahiran dan seterusnya.
Kini, pimpinan Jamaah Anshorut Tauhid Abu Bakar Ba'asyir  - seperti disebut Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra, kuasa hukum Joko Widodo - Ma'ruf Amin, pada Jumat, (18/1/2019) - dinyatakan bebas. Alasannya, karena ustaz Abu kondisi kesehatannya telah menginjak usia 81 tahun.
Pasca pembebasan Ba'asyir, kini mencuat sikap pro dan kontra. Jika Jokowi - dengan kewenangannya - memutuskan atas dasar kemanusiaan. Namun sebagian warga masih merasa takut dan menolak karena dampak perbuatan teroris itu bukan hanya pada kerusakan fisik, juga pengaruh paham yang ditebarkan.