Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Begini Rasanya Hidup Tanpa Internet

10 Januari 2019   20:44 Diperbarui: 10 Januari 2019   20:51 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrai, hidup tanpa internet. Foto | .inovasee.com

Hidup di kota besar seperti Jakarta tanpa internet terasa bagai tinggal di sebuah kamar seorang diri.  Sunyi. Tak ada nyanyian burung. Tak ada suara anak kecil tertawa atau tengah menangis. Sepi dari kebisingan lalu lintas. Juga tak ada suara dan gambar yang dapat disaksikan melalui layar kaca. Kalaupun ada berita melalui suratkabar, terasa beritanya tak aktual lagi. Basi.  

Jiwa terasa kosong.Hampa. Jangankan untuk bicara dengan orang terdekat, dengan anggota keluarga atau lainnya terasa segan. Untuk saling sapa saja terasa tak bersemangat. Tak ada bahan atau materi yang patut dibicarakan seperti pada hari-hari sebelumnya kala internet di kediaman masih aktif.

Sejak pulang dari liburan ke Thailand, Malaysia dan Batam, pekan pertama Januari 2019, penulis merasa hidup di Jakarta terasa menderita. Pasalnya, ya itu, gara-gara internet diputus. Kabar buruk datang pada medio Desember 2018 bahwa Kementerian Komunikasi dan Informatika memutus First Media lantaran berbagai alasan.

Dari informasi yang diperoleh dari Kementerian Komunikasi dan Informatika disebut bahwa kementerian tersebut melalui Keputusan Menteri bersangkutan telah memutuskan pengakhiran penggunaan pita frekuensi radio 2,3 GHz untuk PT. Interux, PT. First Media, Tbk dan PT. Jasnita Telekomindo.

Seperti disebut Dirjen SDPPI Ismail di Gedung Serbaguna, Jakarta, Jum'at (28/12/2018), pengakhiran penggunaan itu disebabkan ketiga perusahaan tidak membayar biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio kepada Negara.

Bagi penulis, kala aktivitas hidup tanpa didukung internet, komunikasi dengan orang terdekat terasa tidak berkualitas. Pasalnya, diri terasa tak memperoleh materi informasi terbaru. Apa dan bagaimana kondisi terkini yang biasanya mudah didapat di jagat maya, ya semua tidak diketahui.

Setelah direnung, maka benar kata para ahli komunikasi bahwa manusia itu adalah mahluk sosial. Ia tak dapat hidup seorang diri. Manusia tak bisa dipisah satu sama lain dan harus eksis dalam komunitasnya. Manusia tak hanya membutuhkan sandang dan pangan untuk hidupnya, tapi masih banyak lainnya sebagai kebutuhan dasar. Termasuk pula pemenuhan rasa ingin tahu, yaitu informasi.

Jadi, hidup di zaman now tanpa dukungan internet bisa jadi seperti manusia mati suri dengan terus menerus didera rasa kesal dan menderita. Kondisi itu tambah parah kala ingat teman-teman yang beraktivitas di Kompasiana, diri menjadi rindu ingin melahap seluruh tulisan dan membacanya dan kemudian memberi komentar di kolom tersedia.

Lantas, apakah penulis berdiam diri saja kala internet tak aktif? 

Jawabnya, tentu tidak. Penulis mencoba membeli paket data. Tapi, hasilnya tidak memuaskan. Baru dipakai beberapa kali, pulsa cepat melorot habis.

Tak tahan akan keadaan yang terus memusingkan, akhirnya penulis membongkar kabel langganan First Media. Dengan keringat bercucuran di tubuh di lantai dua dan atap rumah, kabel diputus. Hari itu juga penulis mendatangi kantor IndiHome dan mengajukan untuk berlangganan internet plus layanan televisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun