Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

[BeCaK] Pernyataan Prematur Pilpres Sudah Berakhir

27 September 2018   01:41 Diperbarui: 27 September 2018   06:03 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Politikus Korsel pernah berkelahi bagai anak-anak. Foto | konfrontasi.com

 


 
"Pilpres 2019 sudah berakhir. Pemenangnya sudah diketahui," Marbu Singit tiba tiba ngoceh tanpa diminta sang moderator.
 
Pernyataan itu tentu saja mengejutkan para hadirin pada diskusi memprediksi peta politik Pilpres 2019 di sebuah warung kopi Abal-abal. Dalam diskusi itu para politisi dari partai A hingga P hadir dengan mengenakan atribut kepartaian masing-masing. Terlihat gagah-gagah.
 
Belum sang moderator membuka acara dan memintanya untuk bicara teratur dan tertib dalam diskusi itu, Marbu Singit melanjutkan pembicaraannya tanpa bisa dicegah. Katanya, berakhir karena hasilnya mudah ditebak. Tidak perlu analisis yang merepotkan. Siapa yang keluar sebagai pemenang dan pasangan Pilpres menderita kekalahan?
 
Apa lagi elite politik sudah ada yang berlebihan memainkan isu SARA. Sebab, anak bangsa di negeri ini kini makin cerdas. Elite politik mana yang jualannya 'kacangan'  dan elite lainnya yang banyak membual. Jadi, jangan sok pintar berbicara Pancasila dengan butir-butir yang terkandung dalam setiap silanya.
 
Mengapa?

Ya, karena elite politik itu - termasuk generasi sekarang - tidak diperintahkan untuk memperdebatkan bagaimana agama dan Pancasila dalam bingkai NKRI. Apa lagi mempertentangkannya. Ingat, para pendiri bangsa jauh hari sudah memprediksi ekses yang kemungkinan timbul ke depan dan rambu-rambu penjegahannya.
 
Perintah pendiri bangsa ini, seperti dari Proklamator Soekarno dan Bung Hatta dan para pejuang lainnya, adalah mengamanatkan kepada elite politik dan anak bangsa untuk mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkannya.
 
"Kemerdekaan itu adalah jembatan emas untuk menggapai negara berkeadilan," Marbu Singit mengingatkan kepada para tamu undangan.
Menyaksikan Marbu Singit berceloteh dengan retorika berapi-api, audience terlihat terkesima. Seluruh mata pesera tertuju kepada Marbu Singit yang memang terlihat pandai memainkan kata-kata dengan terminologi politik heroik.

Jadi, apa yang harus diisi dalam 'alam' kemerdekaan itu? Tidak lain, adalah membangun, bekerja keras untuk didedikasikan mensejahterakan warga dan menciptakan rasa keadilan di tengah masyarakat.
 
Nah, ini yang penting. Dan, terkait dengan Pilpres, tentu saja harus dihindari SARA sebagai instrumen politik untuk mencari simpatik. Yang memainkan isu SARA tidak akan dipilih.
 
"Nggak laku, lah?" Marbu Singit yakin.
 
Lantaran terlanjur bicara terlalu jauh, dan audience terlihat penasaran ingin tahu ke arah mana Marbu Singit bicara, lantas sang moderator minta kepada Marbu Singit untuk menjelaskan, apa yang dimaksud Pilpres 2019 sudah berakhir?
 
"Ya, seperti tadi saya sebutkan selain karena hasilnya sudah dapat diduga, juga adanya dukungan signifikan dari keluarga Presiden keempat Abdurrahman Wahid," Marbu Singit memberi alasan.
 
Keluarga besar Gus Dur, melalui Yenny Wahid, tegas-tegas mendukung Joko Widodo sebagai presiden untuk kedua kalinya.
Penyataan dukungan kepada Jokowi itu ada yang memaknai tidak mempresentasikan suara dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU). Tapi, seorang analis mengingatkan, dukungan itu telah membuka mata di kalangan warga NU dan akan mempengaruhinya dalam menjatuhkan pilihan.

Masa kampanye memang masih tujuh bulan ke depan, tentu rasionalias keluarga besar NU - yang tersebar di berbagai partai - akan terdorong dan mengambil sikap dengan akal sehat memilih Jokowi.

"Itu ucapan provokatif. Tidak rasional. Amankan Marbu Singit, karena melanggar tata tertib diskusi," teriak seorang pengurus partai.
"Ganti moderatornya. Moderator harus tegas mengatur 'lalu lintas' pembicaraan. Ini diskusi, bukan membicarakan pemenangan salah satu pasangan Pilpres," kata pengurus partai lainnya dengan suara meninggi.

Diskusi itu sendiri memang belum dibuka secara resmi. Pembicara utama atau keynote speaker saja belum diberi kesempatan memaparkan buah pikiran, apa lagi membuka sesi tanya jawab.  

Marbu Singit tidak diamankan pihak berwajib. Politisi dari pendukung pasangan Prabowo-Sandi makin keras melancarkan protes kepada moderator. Pasalnya, mereka merasa tersinggung.
 
Ingat, kata seorang politisi lainnya, Pilpres itu adalah bagian dari demokrasi. Di sini kedaulatan rakyat ditempatkan pada posisi tertinggi. Tujuan kita berdemokrasi adalah menciptakan kehidupan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur dengan terus menerus mendorong keadilan, kejujuran dan keterbukaan.  

Sungguh tidak elok, proses atau tahapannya belum dijalani sudah disebut bahwa Pilpres sudah berakhir. Sungguh, itu pernyataan sangat prematur karena mengambil kesimpulan berdasarkan dugaan-dugaan dari diskusi abal-abal.  

Sementara itu, di dalam warung kopi Abal-abal suara gaduh makin keras. Meja, kursi dan gelas minuman berhamburan karena para politisi yang ikut acara diskusi marah. Ini gara-gara ucapan Marbu Singit tadi. Petugas keamanan belum juga datang. Maka, jadilah mereka berkelakuan bagai layangan singit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun