Jangan pandang sebelah mata kemampuan para penyanyi di sejumlah pinggir jalan. Atau para pengamen di dalam bus. Betul, kadang kita jumpai di dalam bus (metro mini) ada pengamen asal-asalan bernyanyi.Â
Suaranya pun membuat telinga sakit. Usai bernyanyi, dengan bungkus rokok, ia meminta uang recehan yang bila tidak diberi oleh penumpang lalu berceloteh dengan kata-kata 'kotor' dan menjengkelkan.
Meski begitu, jika kita sabar sedikit dan meluangkan waktu, bolehlah menyaksikan kemampuan para pengamen bernyanyi di pinggir jalan.
Banyak yang bersuara 'emas'. Di Jakarta, sekarang ini, pengamen mulai sulit dijumpai. Maklum, biasanya mereka kumpul di beberapa titik lampu merah, persimpangan jalan raya dan bermain 'kucing-kucingan' dengan petugas Dinas Sosial.
"Jangan medit, kikir atau pelit dengan pengamen," kata seorang pengamen kepada penulis.
Pengamen yang tak mau disebut namanya itu ketika dijumpai di salah satu terminal mengatakan, sejatinya pekerjaan mengamen itu menyenangkan. Tetapi penumpang bus dan warga yang dijumpai memperlihatkan wajah tak senang ketika didatangi.
Coba saksikan di kawasan kuliner pinggir jalan. Mereka sedang asyik makan dan mengaku terganggu ketika menikmati soto Betawi atau makanan lainnya.Â
Padahal, jika ditanyai lebih jauh banyak di antara penggemar wisata kuliner merasa senang kala menyantap makanan diiringi musik.
Musiknya memang sederhana. Bisa gitar dengan gendang, plus biola. Ada juga gitar dengan dukungan peralatan musik lainnya.
Pokoknya, enak dinikmati. Enak didengar di telinga. Apa lagi om-om dan tante-tante, ketika dibawakan lagi nostalgia, mukanya terlihat berseri-seri.