Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mengatasi Anak Ketika "Mabuk Smartphone"

22 Juni 2018   21:52 Diperbarui: 23 Juni 2018   10:13 2128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Al Fatih (5) ketika merayu eyang puteri meminta smartphone dialihkan perhatiannya dengan memberi mainan. Foto | Dokumentasi Pribadi

Prihatin. Hanya kata itu yang keluar dari mulutku, sebagai eyangnya Muhammad Al Fatih Anwar. Mengapa bisa demikian aku merasa prihatin terhadapnya, tidak lain karena adanya perubahan mental dalam penggunaan gawai berupa smartphone.

Alat komunikasi milik umi dan abinya belakangan ini harus disembunyikan dari pandangan cucuku itu. Sekali tertangkap kedua orangtuanya tengah berkomunikasi menggunakan telepon genggam, saat itu pula Al Fatih memintanya. Bila tidak diberikan, senjata yang ampuh digunakan Al Fatih adalah menangis dengan suara keras sambil berguling-guling.

Seingatku, dulu, Al Fatih sering minta dibelikan es krim. Jika tidak dibelikan, ia mengambil sikap nongkrong di depan swalayan. Tak mau pindah dari tempatnya sebelum mendapatkan makanan kesayangannya itu. Tapi, sekarang ini, ia seperti "tergila-gila" dan "mabuk" dengan smartphone.

"Apon umi.... apon abi mana?" tanya Fatih, suatu saat kepada orang tuanya.

Al Fatih bersenang ria. Foto | Dokumentasi pribadi
Al Fatih bersenang ria. Foto | Dokumentasi pribadi
Kalimat itu sering tertangkap di telingaku kala ia bangun tidur, hendak tidur dan bahkan tak mau makan sebelum merasa puas menggunakan smartphone, khususnya perangkat game dengan dukungan internet.

Tiga hari menjelang Idul Fitri 1439 H/2018 M ini, aku menjemput putriku dan suaminya, yang memang sudah menjadi warga kota Batam untuk mudik di tanah kelahirannya, Jakarta. Penulis sebagai orang tuanya bertanya dalam hati, ini mudik atau pulang ke kota? Tapi itu tak terlalu penting untuk dibahas terlalu jauh. Yang pasti, mereka tentu membawa Al Fatih, buah hati semata wayangnya. Tentu juga aku sebagai eyang akung dan eyang putri sudah rindu kepada Al Fatih.

Setiba di Terminal Garuda Bandara Soekarno - Hatta, aku menunggu di areal parkir yang nyaman dan apik. Dan dari kejauhan kupandangi Al Fatih berjingkrak senang. Ia berlari kesana-kemari, tingkah laku yang banyak diperlihatkan oleh anak seusianya lima tahun. Tapi sungguh terkejut, ketika ia berada dalam pelukanku, tangannya dengan cepat menarik smartphone dari tanganku yang biasa digunakan untuk mengambil foto di berbagai kesempatan.

Al Fatih tertawa riang. Dengan cepat tangannya membuka film anak-anak. Ia nampaknya gemar menonton film Detective Feet. Rupanya, cucuku ini mahir sekali menggunakan smartphone.

Perlu bijaksana untuk menghindari anak dari kecanduan gawai. Foto | Dokpri
Perlu bijaksana untuk menghindari anak dari kecanduan gawai. Foto | Dokpri
Gambaran ia pandai memainkan smartphone  terlihat saat jari-jarinya lincah memencet fitur yang tersedia di gawai tersebut. Ia pun nampak paham mengaktifkan perangkat alat komunikasi itu berikut simbol-simbol yang tersedia. Padahal ia belum pandai bicara, apalagi membaca.

Kalaupun bicara, perbendaharaan kata yang dimiliki masih sedikit. Kadang bicaranya bercampu bahasa Inggris yang kemungkinan besar terpengaruh cerita yang ditonton melalui smartphone.

"Atun, atun iyang!" pinta Al Fatih kepada eyang putri sambil menunjuk layar monitor komputer yang terletak di ruang tengah rumah kami.

Yang dimaksud atun adalah film kartun. Al Fatih paham betul bagaimana mengoperasikan komputer, yang langsung mencari film kegemarannya. Usai nonton film, lalu ia mencari game (gim). Di sini, lagi-lagi, ia asik seorang diri dan ketika diajak komunikasi cuek bebek.

Diajak mandi, tak mau. Diminta untuk makan dengan cara disuapi menolak sambil menutup mulut rapat. Kalau diminta menghentikan main game, menangis. Berteriak.

Memperbanyak anak bermain di luar rumah, anak jadi lupa gawai. foto | Dokpri
Memperbanyak anak bermain di luar rumah, anak jadi lupa gawai. foto | Dokpri
Jadi, realitas selama di rumah eyang, Al Fatih lebih banyak bermain game dan menonton kartun. Beruntung anggota keluarga kami punya kesepakatan dan kesadaran bahwa perilaku Al Fatih yang buruk itu harus dicegah. Karenanya, umi dan abinya Al Fatih membatasi penggunaan smartphone di hadapan Al Fatih.

Kalau datang telepon dari luar, tidak diangkat di hadapan anaknya itu. Hal serupa juga dilakukan eyang kung dan eyang putri. Dan, alhamdulillah, cara seperti itu dapat mengurangi Al Fatih menggunakan gawai.

Lantas, bagaimana mengendalikan penggunaan komputer yang dimanfaatkan untuk game. Tidak sulit sih. Caranya, ketika Al Fatih menggunakan komputer diberi informasi bahwa pada pukul 10 malam komputer akan mati sendiri. Alasannya, paket data sudah habis. Padahal, pada jam tersebut internet dimatikan dengan cara mencabut aliran listrik pada modemnya.

Ternyata, cara seperti ini membuahkan hasil. Padahal, awalnya, Al Fatih bermain game sampai subuh atau dini hari. Dapat dibayangkan, anak sekecil itu bermain game semalam suntuk. Tentu saja, berdampak pada kesehatan. Sulit makan, sulit berkomunikasi dan malah memunculkan sikap egois.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun