Kamis pagi (3/5/2018) merupakan hari ujian bagiku. Ini tidak ada kaitannya dengan ujian nasional (UN) atau pun hari pendidikan yang baru diperingati beberapa hari lalu. Ujian yang kumaksud adalah seberapa sabar diri ini ketika menghadapi pintu mobil dalam keadaan terkunci, sementara kunci masih menggelantung di tempat staternya.
Pada saat bersamaan, pagi itu juga, diri ini dituntut untuk menunaikan kewajiban mengantar orang tua ke rumah sakit dan isteri ke kantornya. Rasanya berdosa. Sebab, kunci mobil tertinggal di dalam akibat kelalaian diri sendiri. Seusai mematikan mobil di teras rumah, kuncinya tidak dicabut. Malah, pintu mobil ditutup 'gabruk'. Sore hari, mobil tidak dikontrol. Disentuh pun tidak, dibiarkan begitu saja.
Kala hendak bekerja, ya tentu, kelabakan mencari kunci mobil. Orang seisi rumah ditanyai satu per satu dan dimintai tolong untuk mencarinya. Saat diintip dari kaca jendela mobil, barulah nampak kunci masih menggelantung dengan pintu mobil terkunci rapat.
Beruntung tetangga lewat di depan rumah. Saya pun meminta bantuan. Atas sarannya, ia minta mengaktifkan komputer dan membuka Youtube. Lalu, pintanya, cari cara membuka pintu mobil terkunci, dengan kunci stater berada di dalamnya. Benar dijumpai, misalnya dengan cara menggunakan tali plastik diselipkan di pintu, menggunakan tas berisi udara dibantu dengan kawat dan masih banyak teknik lainnya.
Saya tak menggunakan contoh itu semua. Saran tetangga saya menggunakan penggaris panjang terbuat dari besi, sepajang 50 Cm. Tapi karena penggaris itu juga tidak ada, tetangga lalu membawakan triplek ukuran penggaris tadi. Dengan dibantu penggaris siku panjang 30 Cm yang diselipkan di sisi kaca jendela mobil, sedikit ditekan ke permukaan bagian kunci, lalu hanya beberapa detik pintu mobil dapat terbuka.
Hati merasa lega. Pintu mobil dapat dibuka tanpa harus merusaknya. Meski cara seperti itu, kata tetangga, banyak dilakukan para pencuri mobil. Karenanya, ia menyarankan, mobil hendaknya dilengkapi dengan kunci pengaman seperti kunci stang. Atau dengan cara lain memasangi kelengkapan alaremnya.
Seusai memetik pengalaman dari kejadian itu, saya teringat dengan Engkoh Tukang Kunci yang menjadi langganan. Ia membuka praktek pembuatan kunci (duplikat) dengan peralatan cukup lengkap di kawasan Jalan Sabang - kini lebih dikenal sebagai Jalan KH Agus Salim - Jakarta. Saya tak tahu persis nama lengkapnya, tetapi ia sangat senang dengan panggilan Engkoh, lantaran bermata sipit seperti penulis.
Sudah puluhan tahun ia membuka praktek di situ. Engkoh tergolong orang penyabar dan murah melempar senyum kepada pelanggan meski mungkin usianya sama dengan penulis sekitar 60-an tahun. Tapi, yang jelas, dari sosok penampilannya ia gagah dan bugar.
Boleh jadi, pendapat penulis, Engkoh bisa berhasil dalam menjalankan bisnis membuat duplikat kunci itu disebabkan kesungguhannya ingin mengubah keadaan lebih baik dalam kehidupannya dengan cara membiasakan memandang diri sendiri dan tak mau menyalahkan orang lain.