Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kekuatan Setan Melemahkan Agama sebagai Perekat Bangsa?

16 April 2018   20:32 Diperbarui: 16 April 2018   20:48 1138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ajaran Islam yang rahmatan lil alamin - pembawa kedamaian - dikhawatirkan cuma sekedar slogan. Pasalnya, karena ada kekuatan setan sehingga implementasinya bagai macan ompong. Peningkatan kualitas beragama dan kerukunan makin mundur. Jauh dari harapan, terutama ketika suhu politik tengah "naik daun".

Peristiwa agama dijadikan alat politik bukan pada peristiwa Pilkada DKI Jakarta saja, tahun lalu. Ketika Megawati Soekarnoputri - hendak naik menjadi Presiden RI, isu agama dijadikan alat politik dengan mengangkat haram hukumnya negeri mayoritas Islam dipemimpin kaum wanita.

Ingat, isu larangan menyolatkan jenazah karena berbeda pilihan. Sungguh menyakitkan.

Ini tak bisa dipandang enteng lagi. Banyak kasus kecil yang bertalian dengan agama menjadi persoalan besar karena dibesar-besarkan. Lagi-lagi karena 'setan' merayu hawa nafsu insan. Agama telah dimanfaatkan sebagai instrumen kepentingan elite politik. Kasus kecil, remeh-temeh dalam perbedaan ritual agama kemudian diperbesar karena ada oknum punya kepentingan politik di dalamnya.

Ahok, sapaan akrab Basuki Tjahaja Purnama - karena dia beretnis Tionghoa - tak dapat diterima menjadi gubernur lantaran kafir. Imam besar Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab atau lebih dikenal Habib Rizieq paling getol menyuarakan jangan pilih kafir untuk memimpin Jakarta.

Penetapan Ahok sebagai tersangka penistaan agama - karena mengutip Surah Al Maidah ayat 51 - sayogianya jauh hari dapat dihindari oleh para ulama. Misalnya, dengan cara memanggil Ahok untuk dimintai penjelasannya. Bukan bicara kepada publik sambil memanasi.

Dalam suatu kesempatan lain, pernah terdengar pernyataan dari warga di kawasan Indonesia Timur, minta jabatan di daerahnya - mulai eselon IV hingga I - harus dipegang putera daerah setempat dengan pemeluk agama harus dianut oleh mayoritas daerah setempat pula.

Jika demikian, kemana Merah Putih ditempatkan?

Sepertinya kita kini kehilangan arah atau mengalami disorientasi dalam berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Coba saksikan, para elite politik ketika mengumbar celotehnya. Kaleng rombeng disebut, setan dibawasertakan dalam ceramahnya.

Ucapan tidak mendidik dan tidak sehat itu jelas saja mendorong makin lemahnya hubungan sosial. Ke depan,  dikhawatirkan agama tidak lagi dapat menjadi perekat bangsa, tetapi dijadikan alat oleh para oknum untuk pemecah bangsa.

Kita pun mengakui bahwa dalam beragama ada unsur perbedaan dasar dari agama itu sendiri dan antarumat. Namun sayogianya perbedaan yang ada dalam agama itu harus dihindari, tidak dimanfaatkan untuk memecah belah bangsa Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun