Hanya di sini Ketua KPK, Agus Rahardjo bisa senyum. Boleh tertawa sepuasnya. Mumpung belum ada usulan kepada anggota dewan di negeri ini untuk membuat aturan bahwa setiap warga diatur untuk tersenyum, tertawa dan kentut sembarangan. Bukankah Ketua KPK butuh rileks?
Dan, sebaiknya anggota antirasuah itu bisa datang untuk bercermin dan menyaksikan dirinya tampil beda dalam keseharian dan dibolehkan tertawa sepuasnya.
Di kawasan Pasar Baru, tepatnya Jalan Pos, di seberang jalan depan Gedung Kesenian Jakarta, penulis menyaksikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampil keren. Penulis saksikan Agus tengah tampil di depan gedung baru KPK dengan mengangkat senjata api laras panjang. Tampak seperti tengah menghadapi musuh di medan pertempuran, sementara anak buahnya tampil di belakang ikut memberi dukungan.
Karenanya, siapa pun yang datang ke lokasi ini tidak ada larangan untuk tertawa. Mengapa? Ya, karena sosok yang ditampilkan dengan bentuk agak 'nyeleneh', di luar kelaziman, hingga dapat memancing tawa bagi setiap orang yang menyaksikannya.
Dianjurkan, datanglah bersama rekan. Sebab, kala datang seorang diri dan tertawa, bisa jadi anda disebut orang gila. Orang gila, kini telah menjadi pembicaraan dan isu hangat. Apa lagi jika ia sudah mendekati lokasi rumah ibadah. Wah, karena itu hati-hati tertawa seorang diri di lokasi ini.
Karena itulah, lagi-lagi, saya menganjurkan Pak Agus Rahardjo dan kawan-kawan untuk sesekali bertandang ke lokasi ini. Di sini banyak pelukis menuangkan karyanya dengan 'warna penuh jenaka' dan sarat kritik. Sayang, para seniman itu ditempatkan di lokasi yang kurang layak atau sepatutnya. Boleh jadi, karena penguasa di negeri ini masih memandang seniman di lokasi itu sebagai penjaja kue apem di trotoar.
Saya tak ingin membahas nasib para seniman yang ditempatkan di lokasi itu. Tetapi, yang jelas, perhatian terhadap seniman atau pelukis yang bernasip kurang beruntung belum mendapat perlakuan sebagaimana mestinya.
Di sisi lain, kita masih beruntung bahwa para seniman di situ masih mampu menyerap derap perjalanan bangsa, aspirasi masyarakat dan menuangkannya dalam bentuk kritik sosial, apa saja yang dirasakan kurang dan butuh perbaikan segera.
Lagi-lagi, beruntunglah Pak Agus Rahardjo digambarkan oleh pelukis di sini sebagai sosok yang bisa melempar senyum. Saya khawatir anggota dewan akan melihat bahwa senyum, tertawa dan kentut di sembarang tempat memiliki potensi sebagai kritik yang diarahkan kepada dirinya. Apa lagi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD ( UU MD3) sudah disahkan.