Tidak ada bosannya. Setiap hari Masrur menendang kaleng kosong hingga penyok dan menimbulkan suara gaduh. Sepulang sekolah, di tepi gang sempit, kebiasaan itu terus berlanjut hingga ia duduk di sekolah lanjutan pertama.
Memang ada perbedaan. Ketika masih sekolah dasar, kaleng yang ditendang ukuran setengah liter. Tapi, sekarang sudah beranjak ke kaleng rada besar. Kira-kira ukuran satu liter. Masrur berfikir, suara kerontang yang keluar dari kaleng kosong ketika ditendang terasa ramai. Apa lagi saat kaleng ditendang dan membentur benda keras di sekitar, suaranya nyaring tidak beraturan.
Kerontang.... Kerontang... krontang.
Masrur kini dirinya merasa sebagai pemain sepakbola beken. Kosohor. Seperti para pemain sepakbola di klub-klub besar Eropa. Begitu menghayalkan dirinya kalau sudah besar.
Masrur tidak peduli dengan orang sekitar ketika sedang mendang kaleng kosong. Kadang ketika ada tembok pagar, kaleng ditendang semakin keras. Kaleng membentur tembuk. Tiap hari selalu saja ia lakukan itu dengan berganti-ganti kaleng.
Ya jelas penyoknya makin besar dan suara yang ditimbulkan makin terasa tidak nyaman didengar orang yang tengah lalu lalang. Tapi, bagi warga yang biasa dilintasi perjalanan Masrur setiap pulang sekolah sudah memahami tingkah polah dan kebiasaan anak yang satu ini.
Kedua orang tua Masrur pun sudah tahu perangai anak semata wayangnya itu. Masrur memang sering bercerita kepada orang tuanya ingin menjadi pemain sepakbola terkenal. Seperti Maradona yang disebut-sebut punya tangan tuhan. Nama Maradona sering didengarnya ketika sesama guru sekolah mendiskusikan pertandingan sepakbola.
Mencegah kebiasaan anaknya menendang kaleng rongsokan sepulang sekolah, pernah diupayakan orang tua Masrur, yang di kalangan Gang Rambo, pinggiran wilayah Jakarta itu, dikenal sebagai Abah Sucak.
Disebut Sucak, karena warga tahu si Abah yang punya nama lengkap H. Zulkarnaen itu dikenal sebagai guru pencak. Karena itu dipanggil Abah Sucak -- suka pencak -- atau pencak silat. Abah Sucak dikenal orang yang ramah, dermawan selain juga sebagai guru silat.
"Udah, jangan menendang kaleng melulu. Sepatu sudah berapa banyak yang jebol, rusak menendangi kaleng ronsokan," pinta ibunya, Aisyah kepada putera semata wayangnya itu.
"Enak mak menendang kaleng," Masrur memberi alasan sambil berharap ibunya tetap setia membelikan sepatu baru kala sepatu yang dipakai sehari-hari sudah jebol.