Meski saya seorang Muslim, tapi dalam keseharian banyak bersentuhan dengan rekan-rekan yang beragama Hindu. Sering kali dalam perayaan Nyepi penulis membuat artikel seputar hari besar tersebut. Penulis sadar bahwa tulisan yang lalu terasa kering karena dibuat terlalu singkat mengingat keterbatasan waktu dan kurang menyerap pemikiran orang yang ahli di bidang agama ini.Â
Karena itu, pada perayaan Nyepi 2018, penulis bersyukur dapat menjumpai Ida Bagus Alit Wiratmaja SH MH, Ketua PHDI Provinsi Banten. Dan juga untuk memperkaya tulisan ini, ada beberapa catatan penulis hasil wawancara dengan mantan Dirjen Bimas Hindu, Kementerian Agama, Prof. Dr. IB Yudha Triguna, ikut disertakan.
Dengan demikian, tulisan ini diharapkan semakin memperkaya dan memberikan pemahaman kepada saudara kita di luar agama Hindu.
**
Perayaan tahun baru saka juga merupakan simbol perdamaian dan toleransi ketika Raja Kaniska I dari Suku Saka pada tahun 78 masehi berhasil mempersatukan suku-suku yang ada di India dari perpecahan akibat masalah sosial dan peperangan pada saat itu.
Peringatan Tahun Baru Saka yang dirayakan umat Hindu setiap tahun di Indonesia memiliki makna sebagai hari kebangkitan, hari pembaruan, hari kebersamaan atau persatuan dan kesatuan, hari toleransi, hari kedamaian dan hari kerukunan nasional.
Perayaan Nyepi yang dilaksanakan oleh umat Hindu senantiasa mengedepankan konsep Tri Hita Karana yaitu melaksanakan keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia dan menjaga keseimbangan hubungan manusia dengan lingkungan alam sekitarnya.
Dalam implementasi hubungan manusia dengan Tuhan, umat Hindu melaksanakan beberapa ritual dalam menyongsong Hari Raya Nyepi.
Rangkaian perayaan hari raya Nyepi, seperti dilakukan di Provinsi Banten, diawali dengan melaksanakan upacara Melasti. Atau untuk di Jawa disebut upacara Sedekah Laut, dengan menggunakan lokasi di pantai Tanjung Pasir kecamatan Teluk Naga, kabupaten Tangerang, pada hari Minggu, 11 Maret 2018.