Satu gerakan utama dari tarian Barongsai adalah singa memakan amplop berisi uang yang disebut dengan istilah 'Lay See'. Di atas amplop tersebut biasanya ditempeli dengan sayuran selada air yang melambangkan hadiah bagi sang Singa. Proses memakan 'Lay See' ini adalah bagian terpenting dari seluruh rangkaian tarian Singa.
Aku saksikan dari kejauhan Awu bersama tiga rekan sebayanya sedang latihan memainkan barongsai. Mereka sudah dua pekan berlatih sebagai persiapan menghadapi perayaan Cap Go Meh - dua pekan setelah Imlek.
Beberapa tahun silam, penulis menyaksikan latihan para pemuda bermain barongsai. Latihan di bawah asuhan pelatih Apu, yang berasal dari pengurus salah satu vihara di Singkawang itu, menekankan kepada kemampuan fisik dan kelenturan tubuh. Sepasang barongsai, dengan empat pemuda, rencananya akan ditampilkan di tempat keramaian. Karena nanti banyak orang yang menyaksikan, maka para pemainnya haruslah punya kemampuan fisik prima.
Karena itu, permainan seni ini butuh keahlian sendiri. Hati, kemauan dan kemampuan harus menyatu sehingga menjadi tontonan mengasikan, kata Apu membuka percakapan ketika kujumpai di pelataran.
Jika ada pemain barongsai bisa meloncat lincah di atas tonggak dengan penampilan apik dan baik, hal itu tentu bukan sebuah pekerjaan mudah. Semua itu diperoleh melalui latihan yang tekun, berdisiplin optimal.
"Iya, memang harusnya demikian."
"Lalu, bagaimana pemain musiknya. Perlukah mereka berlatih seperti pemain barongsai. Mengapa pemain musik tidak disertakan dalam latihan?" tanyaku dengan kalimat panjang.
Apu diam. Ia memandangi wajahku yang masih lelah dan baru tiba dari Pontianak dengan menggemudikan mobil seorang diri. Pontianak -- Singkawang dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi sekitar 3,5 jam. Kalau lagi beruntung, bisa mampir di kedai, di kawasan Sungai Duri, lalu makan telur penyu dengan bumbu kecap.
"Wah, enaknya," aku mengenangnya.
"Nih, minum dulu," pinta Apu sambil menyodorkan air kemasan gelas ke hadapanku.
***