Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kini Artikel Penyelenggaraan Haji Mendapat Tempat di Kompasiana

17 Januari 2018   11:56 Diperbarui: 17 Januari 2018   12:00 706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto | KabarMakkah.com

Masih banyak alasan dikemukakan bagi sebagian umat Islam untuk tidak menyegerakan menunaikan ibadah haji meski dari sisi usia masih muda dan secara fisik dan finansial mendukung bagi yang bersangkutan.

Untuk menunaikan haji, memang ada ketentuan, yaitu seseorang muslim harus memenuhi persyaratan kemampuan (istitoah). Para ulama sepakat bahwa Istitoah dapat dimaknai sebagai memiliki kemampuan untuk melaksanakan ibadah haji, yang meliputi kemampuan materi, kendaraan, keamanan, bekal selama berangkat haji, dan bekal bagi keluarga yang ditinggalkan.

Dalam prakteknya, ternyata hal itu tak cukup. Yang bersangkutan perlu memiliki wawasan yang cukup bagi setiap calon jama'ah haji yang akan berangkat menunaikan ibadah haji.

Banyak anggota jamaah haji yang berangkat ke Makkah tetapi tidak memiliki pengetahuan agama sedikit pun. Hal ini tentu sangat menjengkelkan. Petugas Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi banyak menemui hal itu.

Pasalnya, orang bersangkutan sok tahu soal manasik haji. Padahal ketika di tanah air, besar kemungkinan- karena yang bersangkutan merasa memiliki status sosial tinggi sebagai orang besar dan berpangkat, -- tak ikut manasik. Orang tersebut banyak tidak tahu seputar sejarah Makkah dan rumah Allah, serta tempat-tempat istimewa di sekitar rumah Allah Swt.

Orang seperti ini biasanya menunaikan haji karena termotivasi ingin mendapatkan gelar haji untuk meraih status sosial. Apalagi jika mengingat zaman kolonial Belanda, hanya orang yang sudah menunaikan haji sajalah berhak menggunakan songko putih. Jadi, status haji tentu membanggakan.

Lantas bagaimana orang Muslim yang dari sudut istitoah sudah terpenuhi, tapi yang bersangkutan tak mau juga berangkat haji hanya disebabkan merasa takut akan adanya pembalasan dosa ketika berada di tanah suci Mekkah, Madinah dan Armina (Arafah, Muzdalifah dan Mina).

Sebetulnya anggapan itu lebih merupakan pendapat yang mendekati mitos. Suatu cerita di lingkungan masyarakat yang kemudian berkembang bahwa perbuatan maksiat akan dimintai pertanggungjawabannya tatkala yang bersangkutan menunaikan ibadah haji.

Tetapi harus diakui bahwa kelancaranan dalam menunaikan ibadah haji memang tergantung dari niat dan perbuatan orang bersangkutan. Baik dari sisi pemahaman tentang haji itu sendiri maupun penghayatan terhadap keimanan dan tinggi rendahnya kualitas keikhlasan.

Diwadahi kompasiana

Penulis sangat bersyukur bahwa dalam konteks mendorong dan memberi pemahaman tentang pentingnya pelaksanaan ibadah haji, termasuk penyelenggaraan umrah di berbagai daerah, kompasiana telah memberi wadah sehingga tulisan-tulisan tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umrah mendapat perhatian publik.

Berbagai kasus dan pentingnya umat Muslim menjaga kesehatan sebelum ritual haji dan umrah agar mendapatkan kesalehan sosial selama setahun telah dituangkan dalam rubrik kompasiana. Dan, catatan penulis, dalam setahun sudah diturunkan 21 artikel yang menyengkut penyelenggaraan ibadah haji. Dari artikel sebanyak itu, redaktur kompasiana menempatkan delapan artikel sebagai artikel utama.

Ini bukan berarti berita tentang haji yang dikelompokan sebagai berita pilihan tidak penting. Artikel itu tetap menjadi perhatian karena jumlah pembacanya boleh jadi lebih banyak dibanding berita artikel utama. Parameter suatu artikel menjadi berita utama tentu sangat tergantung dari sisi aktualitas, kecepatan penyampaian kepada publik dan isinya sarat dengan informasi. Tentu, masih banyak hal lain yang ikut mempengaruhinya. Saya jadi takut ria atau sombong menyebut berapa jumlah pembacanya. Tapi, dari pengamatan penulis, belum terlalu menggembirakan jika dibanding para penulis lainnya. Saya adalah pendatang baru di Kompasiana.

Bagi penulis, membandingkan suatu artikel patut sebagai berita utama dan pilihan sepenuhnya adalah hak atau domain dari redaktur kompasiana. Terpenting, tulisan tentang haji yang dituangkan dalam kompasiana kini telah mendapat tempat di hati pembaca. 

Apa upaya penulis untuk meningkatkan menjaga agar artikel haji tetap menjadi aktual. Hal itu dilakukan dengan mengontak langsung nara sumber penulis di lingkungan Ditjen Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan dan para pemangku kepentingan lainnya. Termasuk dari kalangan penyelenggara umrah yang belakangan ini terus menuai kekecewaan di sebagian umat Muslim lantaran kembali mencuatnya kasus penipuan penyelenggaraan umrah.

Kala penyelenggaraan ibadah haji berlangsung, penulis berupaya melakukan komunikasi dengan para petugas di Arab Saudi. Penulis bersyukur pengalaman menjadi petugas Media Center Haji (MCH) selama tiga kali musim haji dan ikut melaksanakan umrah telah memberi keyakinan bahwa apa yang dituangkan dalam tulisan di Kompasiana tentang penyelenggaraan haji dan umrah telah mendapat perhatian demikian tinggi masyarakat di Tanah Air.

Berikut artikel yang mendapat perhatian publik.

5. Iklan Sesat Umrah Murah Sulit Dicegah?

Tulisan ini mengajak pembaca untuk lebih mawas diri terhadap penyelenggara umrah nakal. Peristiwa penipuan perjalanan umrah dengan cara banting harga di bawah harga standar telah mencederai kepercayaan umat terhadap biro bersangkutan. Ratapan ibu dan orang tua usia lanjut kerap terdengar di kantor polisi setelah mereka menumpahkan perasaannya, mengumpulkan uang (berhutang) yang berakhir dengan janji palsu.

4. Kita berharap Jemaah Haji Wafat Berkurang

Sekadar menyegarkan ingatan, catatan penulis jumlah jamaah haji yang wafat pada 2014 sebanyak 297 orang. Tahun-tahun sebelumnya tercatat pada 2013 sebanyak 236 orang, pada 2012 sebanyak 428 orang.

Jumlah total jemaah haji yang meninggal pada tahun lalu (2016) mencapai 390 orang. Angka itu, jauh lebih kecil jika dibandingkan pada 2015. Pada 2015 jumlah jemaah haji yang meninggal dunia sebanyak 590 orang.

Ya. Jemaah wafat kerap mendapat perhatian mengingat Indonesia paling banyak mengirim Jemaah usia lanjut (Lansia). Mengapa Lansia? Daftar tunggu yang dari tahun ke tahun terus meningkat. Antrian selagi muda, berangkat haji sudah tua. Ini realitas karena animo berhaji demikian tinggi.

3. Beranikah Pemerintah Menjadi Penyelenggara Ibadah Umrah?

Tulisan ini didasari pemikiran. Jika banyak penyelenggara umrah menelantarkan -- penipuan dan lainnya -- mengapa pemerintah tidak membuka biro umrah. Dalam UU Penyelenggaraan Ibadah Haji, hal ini dibenarkan. Tetapi, realitasnya, anggota dewan dan asosiasi penyelenggara umrah menolak. "Kue" penyelenggara umrah bakal tersedot ke pemerintah.

Hingga kini, penyelenggara haji reguler masih tetap ditangan pemerintah meski ke depan ada kencenderungan diswastakan. Sedangkan haji khusus tetap di tangan swasta meski kuotanya masih rendah. Bagaimana nasib perhajian Indonesia penangannya ke depan sangat tergantung dari para anggota dewan Kementerian Agama. Yang jelas, dana haji kini tak lagi dikelola Kemenag. Ada badan khusus, yaitu Badan Pengelola Keuangan Haji.

2. Berhaji dengan Dana Kredit, Perlukah MUI Buat Fatwa Lagi?

MUI sudah lama mengetahui fenomena berhaji dengan menggunakan dana talangan dan kredit. Hal ini perlu disikapi sebelum persoalannya membesar. Penting MUI menjelaskan tentang penggunaan dana-dana pinjaman untuk menunaikan ibadah haji guna mengaktualisasikan kembali atas fatwa yang telah ada. Atau membuat fatwa lagi.

Apalagi, tahun depan (2018), Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) diharapkan sudah bekerja. Jika saja persoalan yang menyangkut ibadah haji dapat diantisipasi dan dilakukan pembenahan secara dini pula, maka Insya Allah kualitas pelayanan penyelenggaraan ibadah haji semakin baik. Ya, termasuk dilakukannya pembenahan penggunaan dana kredit untuk berhaji. Harapannya, bagi semua pihak, ada kejelasan.

1. Kementerian Agama dan Kesehatan Sambut Musim Haji 2017

Lab baiy kalla humma labaiyk, Labbaiyk lla syariykalakalabaiyk, Innal hamda wanni matalaka walmulk, laa syariykalak.

Artinya; Daku datang memenuhi panggilan-Mu Ya Allah! Daku datang memenuhi panggilan Mu, Daku datang memenuhi panggilan-Mu, Tiada sekutu bagi-Mu, Daku datang memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan nikmat serta kekuasaan adalah milik-Mu, Tiada sekutu bagi-Mu!

Hanya kalimat itu yang berbunyi kala musim haji tiba.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun