Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Alexis, Alexa dan "Nazar Politik"

5 November 2017   11:44 Diperbarui: 5 November 2017   11:53 797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alexis memang tergolong wanita cantik. Sayangnya dia ditakdirkan lahir kembar bersama kakaknya Alexa dengan selisih waktu beberapa menit dari rahim ibunya. Alexa juga dinobatkan sama-sama cantik oleh kedua orang tuanya.

Label cantik yang disematkan itu bukan untuk menghindari kemungkinan akan adanya kecemburuan di antara mereka di kemudian hari, tetapi memang keduanya punya kecantikan yang patut dinikmati.

Ketika diletakan di atas kasur, keduanya terlihat cantik meski baru berusia dua bulan.

Alexis dan Alexa tak mau dipisahkan. Sekalipun keduanya tengah menangis. Ibunya, Alexawati mewanti-wanti warga seisi rumah gedongan untuk tidak memisahkan kedua anaknya itu. Sebab, berdasarkan wangsit yang diterima, kedua banyinya bakal memberi pencerahan kepada warga kota kelak.

Alexis dan Alexa sudah tujuh bulan usianya. Seperti juga kebanyakan bayi kembar, selalu saja mengenakan pakaian sama: warna, model, hingga pelayanan dalam sehari-hari. Termasuk mainan dan botol susu yang digunakan. Sama.

Alexis dan Alexa selalu makin kompak. Ketika menangis, dilakukan bersama. Ketika ngompol, juga dilakukan bersama. Sepertinya, kedua bocah kecil sudah punya komando. Sayangnya, ketika kejadian ini berulang-ulang, kedua bayi tak bisa lagi dapat pelayanan berbarengan dalam waktu yang sama.

Pasalnya, ibunya cuma seorang, Alexawati yang belakangan ini juga harus melayani sang suami, Ali Boing. Boing kini menuntut perlakuan sama dengan Alexis dan Alexa yang sejak lahir mendapat perlakukan istimewa.

Alexawati menghela nafas panjang. Ia menahan amarah kala Alexis dan Alexa menangis kompak. Memprotes ibunya yang tengah melayani ayahnya di tengah malam. Alexawati menahan mulutnya tidak berkeluh kesah atas lelah yang mendera fisiknya setiap hari. Lantas ia berfikir, baiknya diri ini menjadi robot saja agar dapat menjadi pelayan yang baik bagi Alxis dan Alexa setiap hari.

***

Alexis dan Alexa sudah dewasa. Mulai ujung rambut, tubuh hingga ujung kuku terawat dengan apik. Kecantikan mereka ini makin menarik, apa lagi didukung tutur kata dalam pergaulan kehidupan sehari-hari yang santun, manis, dan jauh dari kata-kata buruk dan mencela orang lain.

Kedua gadis manis itu belakangan makin disukai para tetangga. Tapi, itu tidak semua. Dan, sudah menjadi kodratnya, perempuan paling suka ngegosip. Ada di kalangan ibu-ibu, paling getol membicarkaan Alexis dan Alexa. Selalu saja kedua gadis ini jadi tema utama kala para ibu bertemu di warung gado-gado "Bebeem". Rasanya, tak sempurna jika berkumpul tidak membicarakan Alexis dan Alexa.

Ketika Alexawati, si ibu dari kedua gadis kembar itu lewat di warung "Bebeem", para ibu tetangga yang tengah berkumpul selalu saja berdehem. Awalnya, Alexawati tak paham makna dari dehem para ibu yang di antaranya ada yang genit, jalang dan pencemburu.

Naluri wanita memang tajam. Alexawati mencari tahu tentang pembicaraan para warga, khususnya di kalangan ibu-ibu comel. Persis, dugaannya tepat. Omongannya selalu tak jauh dari kemolekan yang dimiliki puteri kembarnya.

Kala Alexis dan Alexa menjadi trending topic di kawasan pemukiman tempat tinggalnya, Alexawati dengan muka cerah mendekati sang suami. Lalu, mereka mendiskusikannya.

"Bang, Alexis dan Alexa sering dibicarakan orang. Nggak khawatir ada apa-apa?" Alexawati membuka percakapan dengan kalimat bertanya.

Mendapat pertanyaan seperti itu, Ali atau pemilik nama lengkap Ali Boing, sang suami tercinta hanya terdiam. Ia tak dapat bicara banyak, tidak cerewet lagi dalam diskusi itu. Ali cerewet cuma gara-gara servis yang diterima di rumah mengalami degradasi.

Ia hanya terdiam. Namun matanya terus menerus memperhatikan Alexawati yang dinilai kecantikannya tidak berkurang.

"Bang, Alexis dan Alexa sekarang jadi tranding topic. Apa langkah selanjutnya?"

Ali masih saja terdiam. Seolah pertanyaan isterinya seperti langkah mematikan dalam sebuah permainan catur. Posisi Ali seperti tidak bisa mengelak. Skak mat.

"Bang, bicaralah?" Alexawati memohon dengan pertanyaan suara lembut.

Ali mendengar suara istrinya, merasakan kelembutan. Kalau sudah begitu, ia menjadi lemah. Ia memang tergolong lelaki paling haus belaian alias HBL. Ia tergugah. Lalu, angkat bicara. Namun ia mewanti-wanti istrinya itu agar segala ucapannya yang meluncur dari mulutnya yang manis tidak disusul pembicaraan lainnya.

Pembicaraan cukup dibatasi, yaitu pada diskusi Alexis dan Alexa. Tidak boleh keluar dari konteks, misalnya membicarakan lahan yang baru dibeli, akan ditanami pohon apa? Atau membicarakan rumah kos yang berderet seperti keong racun berbaris di pohon pisang. Atau pun membahas uang siluman di kantor.

***

Ali memang sudah tahu tentang orang di kompleks pemukimannya selalu saja membicarakan kedua puterinya yang tengah naik daun kecantikannya. Prestasi olahraganya pun membanggakan. Alexis dan Alexa memang gemar berolahraga, terutama lari pagi dengan pakaian olahraga ketat. Tampilannya mengundang perhatian para ibu rumah tangga, karena di antaranya khawatir suaminya kepincut.

Ali merasa senang kala kedua puterinya berolah raga pagi. Apa lagi ketika bicara ke hadapan banyak orang, kedua puterinya mampu tampil bagai seorang ratu yang mengajak para lelaki untuk memujanya. Di kumpulan orang banyak, Alexis dan Alexa menjadi pusat perhatian.

Ali minta kepada Alexawati, sang istri tercintanya itu, agar terus menerus memantau aktivitas kedua puterinya. Tidak cukup mengawasi supir bagi kedua anak itu, juga pembantu di rumah yang sehari-hari melayani di rumah gedongannya.

Ali merasa bangga. Para ibu rumah tangga cemburu melihat Alexis dan Alexa berjalan bersama bagai ikan lele ngosek di atas permukaan tanah. Ada warga yang merasa sebal, tergoda dan ingin menangkapnya.

"Aku yang menangkap dan memilikinya!" kata seorang pejabat bernama Juragan.

Sang Juragan memang sudah lama menginginkan kedua gadis itu jatuh ke tangannya. Ia tak ingin didahulu lelaki lain, meski ia pernah mendengar kalimat dari rekannya si Ali, biarkan Alexis dan Alexa. Jangan sekali-sekali ada yang mengganggunya. "Langkahi mayatnya, kalo ada yang berani mengganggu?" 

Kalimat itu tidak terlalu penting untuk dimasukan ke dalam hati. Apalagi ditakuti akan berhadapan dengan Ali yang badannya ceking, suaranya melengking seperti bebek ketika berada di tangan penjagal.

Ini bukan soal dendam lantaran ketika kampanye sang Juragan tak dapat dukungan finansial dari si Ali. Tetapi ini lebih kepada "nazar politik" yang harus dibayar. Alexis harus jatuh kepelukannya, dan Alexa jadi milik wakil Juragan.

Kepada anak buahnya, Juragan sudah mengatur strategi khusus untuk melunakan Alexis dan Alexa. Pikirnya,  apa pun yang terjadi bisa dilakukan selagi kekuasaan di tangan. Merebut hati jutaan orang bisa dilakukan, apalagi melunakan hati dua insan nan cantik. Mengapa tidak?

"Soal menghadapi Ali, itu bisa diatur!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun