Para ulama yang berhimpun dalam wadah MUI mendukung pelaksanaan UU No 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).  Sebab, HalalituBaik dan sudah jelas. Ada dua alasan kenapa MUI mendukung pelaksanaan UU Jaminan Produk Halal. Pertama, UU ini lahir atas inisiatif MUI. Kedua, dengan UU ini, maka  tujuan MUI untuk melindungi umat Islam dari mengonsumsi produk makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetik yang tidak halal, bisa tercapai.
"Sejak 1989, ketika MUI mulai melakukan sertifikasi halal atas produk-produk usaha, tujuannya adalah untuk melindungi umat dari konsumsi yang tidak halal," kata anggota Komis Fatwa MUI Aminuddin Yakub.
Kalau dulu di bawah pengelolaan MUI hanya bersifat sukarela (volunteer), maka dengan adanya UU ini, pada 2019 nanti halal akan menjadi sebuah kewajiban atau mandatori, "Kalau mandatori, maka harus dikelola lembaga yang lebih besar otoritasnya, dan dalam hal ini adalah Kementerian Agama," ia menjelaskan.
Amin menegaskan bahwa MUI tetap berperan penting dan startegis dalam pelaksanaan sertifikasi halal. Berdasarkan  UU JPH, setidaknya ada 3 kewenangan utama MUI, yaitu: penetapan halal, justifikasi para auditor Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), dan akreditas LPH.
"Kalau dulu LPH hanya satu, yaitu LP POM MUI, ke depan perguruan tinggi dan ormas terbuka untuk membuat LPH. Jadi tidak hanya satu," tandasnya.
Kemenag memang kini tengah berbenah. Ke depan, pastinya bahwa permohonan sertifikasi halal suatu produk oleh pelaku usaha diajukan kepada BPJPH. Kemenag kini tengah mengembangkan registrasi online. Sistem itu diharapkan mampu mengefektifkan alur yang selama ini masih dilakukan manual sehingga dari sisi waktu lebih efisien.
"Ini bisa dilakukan dalam satu atau dua jam. Kalau semua dokumen yang dipersyaratkan di-upload dalam registrasi online, maka akan mempercepat proses," kata Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama Mastuki kepada penulis.
Namun praktisi halal, Aisyah mengingatkan. Katanya, meskipun posisi sertifikasi halal oleh BPJH telah dikuatkan oleh negara, dalam tataran pelaksanaan di lapangan hendaknya dapat bekerja efektif sehingga tidak terjebak pada alur birokrasi yang justru malah semakin panjang.
Menjawab kritik tersebut, Kemenag dapat memahami dan menerima. Sebab, dengan dukungan Teknologi, Informasi, Komunikasi (ITC) tentu dapat dilakukan dalam satu atau dua jam. "Tentu, kalau semua dokumen yang dipersyaratkan diupload dalam registrasi online, maka akan mempercepat proses," ujar Mastuki.
Memang dalam UU sudah diatur soal waktu. Sehingga, jika dikalkulasi, total sampai penerbitan sertifikasi dan label halal, memakan waktu 40 -- 45 hari. Jadi, ini sudah ada kepastian waktu.