Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Di Negeri 1001 Malam, Nikah Siri dan "Mutah" Beda Tipis

27 September 2017   21:24 Diperbarui: 27 September 2017   23:05 3716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hanya beda tipis alias "beti" antara nikah mutah (mut'ah) dan nikah siri. Pada prakteknya, ini persamaannya, lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Namun kedua jenis cara perkawinan ini di sebagian ulama hingga kini masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, termasuk pula di sebagian ulama.

Bagi masyarakat dan ulama yang merasa keberatan dengan nikah siri dan mutah didorong upaya melindungi kelompok perempuan dan dampak buruk yang ditimbulkan dari sisi hukum negara. Realitas, peristiwa pahit bagi anak-anak dan derita yang dialami para janda sudah banyak digaungkan.

Sementara bagi kelompok pendukung, masih adanya di sebagian etnis bahwa menjalani nikah siri dan mutah mendasari alasan ingin mendapatkan keturunan dari pihak lelaki terpandang di masyarakat setempat. Tinggi status sosialnya dari sisi harta dan jabatan, terutama 'kebolehannya' dalam ilmu agama. Di sini, nikah siri sudah menjadi bagian dari budaya setempat.

Tidak jarang orang tua menyorongkan anak gadisnya untuk dinikahi. Bahkan di daerah lain masih kuat budaya nikah dini untuk mencari status janda. Astaghfirullah.

Dalam berbagai literature, nikah mutah di Indonesia dikenali sebagai kawin kontrak. Ada yang menyebut nikah mutah sebagai pernikahan dalam jangka waktu tertentu. Praktek nikah ini sering terdengar di kawasan Puncak, Jawa Barat.

Di kalangan pengikut Syiah, nikah mutah dipahami sebagai pernikahan dalam waktu yang telah ditetapkan dan setelah itu ikatan perkawinan tidak berlaku lagi. Di Wikipedia dicontohkan, seorang lelaki melakukan perkawinan dengan akad nikah sebagai berikut, "Aku menikahimu selama satu bulan atau satu tahun." Kemudian, wanita itu menjawab, "Aku terima." Maka masa nikah suami-istri akan berakhir dalam waktu sesuai dengan akad tersebut.

Nikah seperti ini oleh kalangan Sunni tidak diperbolehkan terjadi. Penganut Sunni menyebut hal itu cukup terjadi pada masa peralihan dari zaman jahiliah kepada Islam, ketika zina menjadi perkara yang biasa dalam masyarakat.

Bagi mazhab Sunni, nikah mutah ini adalah tidak sah dan tidak dibolehkan. Sebab, dilakukan tanpa wali dan saksi sehingga menjurus pada perzinahan. Bahkan bisa dibilang sebagai pelacuran. Jadi, jelas, mirip-mirip pernikahan ilegal yang dikemas dengan cara nikah siri.

Memang masih perlu dibuktikan melalui penelitian. Kabarnya, kini penyakit Aids melanda kota suci kaum syiah. Pasalnya, kaum syiah memperkosa tahanan wanita sunni, serta memutah gadis sunni agar masuk neraka. Dasarnya adalah keyakinan syiah itu sendiri. Bila wanita sunni diekskusi/ dibunuh dalam keadaan masih perawan maka masuk surga. Agar masuk neraka maka harus dinikah mutah dulu. Jadi, jika hal itu benar tentu merupakan penyesatan.

***

Ramainya pembicaraan soal nikah siri akhir-akhir, baik di media sosial hingga layar kaca, mendorong rekan saya di kantor ikut angkat bicara soal nikah siri. Ia bercerita seputar pengalamannya bukan hanya nikah siri dengan wanita "gelap", tetapi diburu wanita cantik agar dapat dikawini dengan cara nikah mutah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun