Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Benarkah Sistem Pengawasan Biro Umrah di Indonesia Lemah?

23 Agustus 2017   23:44 Diperbarui: 24 Agustus 2017   16:21 1651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Jemaah umrah tengah memenuhi Masjidil Haram. Foto | Dokumen Pribadi

Sekitar lima tahun silam, seperti diakui Direktur Haji Khusus dan Umrah Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Dr. H. Muhajirin Yanis, dikampanyekan gerakan umrah lima pasti itu, yaitu: (1) memastikan biro perjalanan ibadah umrah memiliki izin resmi. (2) Memastikan jadwal keberangkatan dan penerbangan ke Tanah Suci. (3) Pastikan harga dan paket yang ditawarkan biro perjalanan ibadah umrah. (4) Jamaah harus memastikan nama penginapan selama di Tanah Suci. (5) Jamaah harus memastikan visa umrahnya.

Sayangnya, tatkala Pemerintah tengah menggencarkan kampanye gerakan pergi umrah "Lima Pasti", sosialisasinya kurang mendapat sambutan hangat.

***

Coba perhatikan. Jika anda berada di berbagai lingkungan majelis taklim yang kebanyakan diikuti para ibu rumah tangga. Para pesertanya kebanyakan memiliki ikatan emosi demikian kuat dengan ustadzah. Jika saja sang ustadzah menjadi bagian dari travel atau Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU), maka terjadi kecenderungan menawarkan diri kepada anggota majelis taklimnya untuk berangkat umrah bersamanya.

Sesauai teori, pimpinan informal seperti tokoh masyarakat dan agama termasuk di dalamnya ustadzah lebih didengar saran dan pendapatnya ketimbang seorang dirjen sekalipun di lingkungan masyarakat kampung.

Menyadari segmen bisnis ini tak bakal surut sepanjang masa, ada sebagian anggota masyarakat tertarik membuka PPIU dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).

Bisa jadi awalnya punya niat tulus, membantu jemaah menjadi tamu Allah. Lantas, setelah menikmati keuntungan yang demikian besar tidak tertutup kemungkinan tergiur dan lupa bagaimana seharusnya mengelola perusahaan dengan baik.

Pergi umrah dengan cara arisan, multi level sudah sering terjadi. Ujungnya, jemaah menjadi korban dan ratapan berkepanjangan. Termasuk ribuan jemaah First Travel yang kini menjadi sorotan masyarakat.

Meski Majelis Ulama Indonesia (MUI) sering mengeluarkan imbauan agar umat Muslim pergi umrah dengan biro perjalanan yang jelas. Hindari travel abal-abal. Sayangnya, imbauan itu bagai "masuk kuping kanan keluar kuping kiri". Penyebabnya tadi, karena dalam sosialisasi pelibatan pimpinan informal terasa kurang.

Tidak heran karenanya, berangkat umrah dengan pedoman "lima pasti", yang sudah disosialisasikan melalui Ditjen PHU, seolah di lapangan mendapat sumbatan. Sering terlihat di lapangan biro perjalanan masih tetap berani pasang iklan meski tak punya izin.  Bagi yang mengetahui tidak mempedulikannya, sekalipun dia adalah dari jajaran Ditjen PHU.

"Ngapain ngurusi itu, kayak nggak ada kerjaan aja. Nggak menghasilkan uang," gitu alasan yang ditangkap penulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun