Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Memotret Masa Lalu, di Jakarta Hadir Harapanku

22 Juni 2017   12:46 Diperbarui: 22 Juni 2017   15:11 774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebagian wajah kota Jakarta yang makin modern (Dokumen Pribadi)

Dinamika Jakarta kini makin cepat. Apabila orang luar Pulau Jawa atau pun wisatawan asing datang ke Jakarta tak sedikit dari mulut mereka mengeluarkan ucapan: kemarin di sini belum ada bangunan, sekarang hadir gedung bertingkat megah. Dulu di sini tempat berlabuh kapal besar, sekarang lokasinya sudah pindah ke tempat lebih besar lagi.

Para orang tuwir atau lansia bercerita. Jika dulu Bandara Kemayoran berada di tengah kota, sekarang bandaranya pindah di kawasan Tangerang, Banten. Jauh dan macet untuk mencapai lokasinya, padahal sudah ada jalan tol. Untuk mengatasinya, kini dipersiapkan jalur kereta api dan terminalnya pun ditambah.

Nenek-nenek di Jakarta bercerita. Jika dulu jalan di Jakarta becek, sekarang sudah tidak ada lagi. Kalau dulu orang nonton bioskop masih sempat injek anuan dan bau, sekarang nggak ade lagi kejadian entu.  Bukan lantaran bioskopnya nggak ade, tapi tergilas zaman yang makin modern. Orang bisa nonton film di rumah dengan dukungan internet, mudah didapat asal cukup doku untuk membayarnya.

Wajah Jakarta kini makin modern (Dokumen Pribadi)
Wajah Jakarta kini makin modern (Dokumen Pribadi)
Kota tua Jakarta yang dibangun di masa JP Coen, masih punya daya tarik (Dokumen Pribadi)
Kota tua Jakarta yang dibangun di masa JP Coen, masih punya daya tarik (Dokumen Pribadi)
Demikian sekilas gambaran Jakarta yang dulu dikenal dengan nama Sunda Kelapa, Jayakarta, Batavia hingga kini Jakarta berubah menjadi metropolitan, ibukota yang modern sebagai pusat pemerintahan, bisnis, pariwisata dan termasuk juga pendidikan.

Jakarta, pada Kamis ini (22/6/2017) genap berusia 490 tahun yang menurut taksiran dihuni oleh warganya sebanyak 9 juta jiwa. Itu perhitungan pada malam hari, tetapi saat tak lagi libur bisa mencapai 12 juta jiwa. Banyak prestasi tentunya yang diraih di antaranya berupa perbaikan pembangunan infrastruktur, pelayanan masyarakat di setiap instansi Pempov DKI Jakarta, sekolah dan berobat gratis, serta prestasi lainnya.

Pengerjaan infrastruktur mulai dari jalan layang, underpass, simpang susun, penambahan jalan inspeksi terus dilakukan. Progres pekerjaan LRT, MRT dan sejumlah ruas tol pun makin majiu dan terus dikebut untuk menyambut pesta olahraga se-Asia (Asian Games) 2018.

Pelayanan masyarakat banyak mengalami perubahan dan kemajuan. Namun harus diakui dari keberhasilan itu, kota ini terus menerus menghadapi persoalan. Yang paling menonjol adalah: kemacetan, banjir dan kawasan kumuh.

Termasuk pula problematika pengelolaan sampah yang belum tertangani secara baik, kondisi kota yang belum tertib, kemiskinan (ketimpangan sosial, pengangguran, meningkatnya PMKS), tingginya angka kriminalitas, keterbatasan lahan kota, dan lainnya.

Jakarta adalah pusat pemerintahan dan pusat kegiatan internasional maupun kegiatan-kegiatan lainnya yang tentunya memiliki permasalahan lebih kompleks dan berat. Maklumlah Jakarta yang nota bene sebagai ibukota negara RI, memiliki aneka peran dan fungsi yang tentu berbeda dengan provinsi lain di Indonesia. 

Lukisan Bung Karno, ketika bicara di Lapangan Ikada. (Dokumen Pribadi)
Lukisan Bung Karno, ketika bicara di Lapangan Ikada. (Dokumen Pribadi)
Sejumlah bangunan kota tua masih punya daya pikat (Dokumen Pribadi)
Sejumlah bangunan kota tua masih punya daya pikat (Dokumen Pribadi)
Tengok ke belakang

Para sejarawan memperkirakan bahwa Jakarta berawal dari kota pelabuhan, yang pada abad ke-12 dikenal sebagai Sunda Kelapa. Sunda Kelapa sekaligus pula pada saat itu merupakan pelabuhan kerajaan Hindu-Jawa bernama Pajajaran. Ibukota kejaraan ini berada didekat kota resor pegunungan Bogor di selatan Jakarta.

Pada abad ke-16, posisi pelabuhan ini menjadi strategis bagi kalangan asing: Portugis, Inggeris dan Belanda. Perdagangan di kawasan Sunda Kelapa juga ikut mempengaruhi Malaka (kini Malaysia). Portugis (1527) sempat berupaya membangun benteng di Sunda Kelapa, tapi didahului oleh kaum Muslim.

Saat itu, seperti dituturkan Susan Blackburn dalam 400 tahun sejarah kota Jakarta, kekuatan Muslim tengah berkembang di bawah kesultanan Banten. Kesultanan ini lalu mengirim panglima bernama Fatahillah, yang juga dikenal bernama Fadhillah Khan. Orang Portugis mengenalnya dengan nama Tagaril atau Falatehan yang kemudian menaklukan kota ini dan selanjutnya mengubah menjadi negara bawahan Banten.

Ia berhasil mengusir tentara Portugis, lantas mengubah  menjadi Jayakarta, atau "kemenangan dan kejayaan". Di bawah Banten, kota ini makin besar hingga 1619 tatkala Belanda memporakporandakannya. Catatan Belanda, saat itu kota Jayakarta dihuni sekitar 10 ribu jiwa yang kebanyakan bermukim di tepi barat Kali Ciliwung.

Kota ini berlanjut mengalami perubahan besar pada 1610 saat sebuah kontrak ditandatangani antara Belanda dan Pangeran Jayakarta, berisi mengizinkan VOC untuk membangun gedung di tepi timur Kali Ciliwung.

Dan, menurut Susan, orang yang paling bertanggung jawab atas kehancuran Jayakarta ialah Jan Pieterszoon Coen. Anak sekolah dasar di Jakarta saat ini lebih suka menyebutkan dengan singkatan JP Coen yang diangkat sebagai gubernur jenderal VOC pada 1618.

Jakarta memang sarat dengan dinamikanya. Jaman kolonial, kota ini diharapkan menjadi kota model sesuai dengan suasana harapan mereka sendiri. Demikian pula pada era Orde Lama dan Baru dengan penekanan berbeda-beda. Soekarno ingin membangun Jakarta sebagai kota modern dan menjadi kebanggaan nasional. Pun Soeharto lebih menekankan kepada investasi dan pembangunan ekonomi. Itulah secuil potret  Jakarta masa lalu.

Milik Bersama

Ondel-Ondel, kesenian khas Betawi (Banyak dipasang di sejumlah bangunan perkantoran DKI (Dokumen Pribadi)
Ondel-Ondel, kesenian khas Betawi (Banyak dipasang di sejumlah bangunan perkantoran DKI (Dokumen Pribadi)
Akulturasi budaya terekam di museum kota tua Jakarta (Dokumen Pribadi)
Akulturasi budaya terekam di museum kota tua Jakarta (Dokumen Pribadi)
Asimilasi dan akulturasi yang berlangsung sejak lama di Jakarta ini kini membawa penghuni kota ini sudah harusnya lebih dewasa dalam menyikapi berbagai perbedaan. Mementingkan kelompok seperti yang dilakukan Portugis "tempo doeloe" sudah tak patut dipertontonkan lagi. Apa lagi penguasaan bisnis dengan cara monopoli seperti yang dilakukan VOC bukan zamannya lagi.

Menyadari warga Jakarta yang majemuk adalah sangat penting. Dengan tingkat pendidikan lebih baik, penghuni kota ini kini memerlukan pemerataan dari aspek kesejahteraan. Kesejahteraan menjadi kata kunci untuk mengubah semuanya: menekan kriminalitas, keadilan di mata hukum, hak mendapat pelayanan kesehatan, hak mendapat pendidikan dan perumahan yang layak, termasuk tersedianya lapangan pekerjaan bagi semua golongan.

Karena itu, pembangunan sarana pendidikan, kesehatan, lapangan pekerjaan menjadi kebutuhan mendesak. Dewasa ini juga percepatan pembangunan fisik penting dikebut. Pemprov DKI Jakarta yang tengah giat membangun infrastrutur seperti angkutan massal: LRT, MRT dan sejumlah ruas tol penting mendapat dukungan dari semua pihak. Ya, semua pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya.

Jakarta adalah milik bersama. Dan kini penguatan toleransi antarsesama warga menjadi kebutuhan penting pula, ia perlu dirawat dengan baik. Latar belakang dan perbedaan antaretnis, budaya, suku dan agama harus dipandang sebagai perekat. Sebab, siapa pun punya hak yang sama di kota yang makin modern itu. Selamat ulang tahun Jakarta. Dan dari kota ini pulalah harapan ke depan kugantungkan.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun