Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Memotret Masa Lalu, di Jakarta Hadir Harapanku

22 Juni 2017   12:46 Diperbarui: 22 Juni 2017   15:11 774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan Bung Karno, ketika bicara di Lapangan Ikada. (Dokumen Pribadi)

Pada abad ke-16, posisi pelabuhan ini menjadi strategis bagi kalangan asing: Portugis, Inggeris dan Belanda. Perdagangan di kawasan Sunda Kelapa juga ikut mempengaruhi Malaka (kini Malaysia). Portugis (1527) sempat berupaya membangun benteng di Sunda Kelapa, tapi didahului oleh kaum Muslim.

Saat itu, seperti dituturkan Susan Blackburn dalam 400 tahun sejarah kota Jakarta, kekuatan Muslim tengah berkembang di bawah kesultanan Banten. Kesultanan ini lalu mengirim panglima bernama Fatahillah, yang juga dikenal bernama Fadhillah Khan. Orang Portugis mengenalnya dengan nama Tagaril atau Falatehan yang kemudian menaklukan kota ini dan selanjutnya mengubah menjadi negara bawahan Banten.

Ia berhasil mengusir tentara Portugis, lantas mengubah  menjadi Jayakarta, atau "kemenangan dan kejayaan". Di bawah Banten, kota ini makin besar hingga 1619 tatkala Belanda memporakporandakannya. Catatan Belanda, saat itu kota Jayakarta dihuni sekitar 10 ribu jiwa yang kebanyakan bermukim di tepi barat Kali Ciliwung.

Kota ini berlanjut mengalami perubahan besar pada 1610 saat sebuah kontrak ditandatangani antara Belanda dan Pangeran Jayakarta, berisi mengizinkan VOC untuk membangun gedung di tepi timur Kali Ciliwung.

Dan, menurut Susan, orang yang paling bertanggung jawab atas kehancuran Jayakarta ialah Jan Pieterszoon Coen. Anak sekolah dasar di Jakarta saat ini lebih suka menyebutkan dengan singkatan JP Coen yang diangkat sebagai gubernur jenderal VOC pada 1618.

Jakarta memang sarat dengan dinamikanya. Jaman kolonial, kota ini diharapkan menjadi kota model sesuai dengan suasana harapan mereka sendiri. Demikian pula pada era Orde Lama dan Baru dengan penekanan berbeda-beda. Soekarno ingin membangun Jakarta sebagai kota modern dan menjadi kebanggaan nasional. Pun Soeharto lebih menekankan kepada investasi dan pembangunan ekonomi. Itulah secuil potret  Jakarta masa lalu.

Milik Bersama

Ondel-Ondel, kesenian khas Betawi (Banyak dipasang di sejumlah bangunan perkantoran DKI (Dokumen Pribadi)
Ondel-Ondel, kesenian khas Betawi (Banyak dipasang di sejumlah bangunan perkantoran DKI (Dokumen Pribadi)
Akulturasi budaya terekam di museum kota tua Jakarta (Dokumen Pribadi)
Akulturasi budaya terekam di museum kota tua Jakarta (Dokumen Pribadi)
Asimilasi dan akulturasi yang berlangsung sejak lama di Jakarta ini kini membawa penghuni kota ini sudah harusnya lebih dewasa dalam menyikapi berbagai perbedaan. Mementingkan kelompok seperti yang dilakukan Portugis "tempo doeloe" sudah tak patut dipertontonkan lagi. Apa lagi penguasaan bisnis dengan cara monopoli seperti yang dilakukan VOC bukan zamannya lagi.

Menyadari warga Jakarta yang majemuk adalah sangat penting. Dengan tingkat pendidikan lebih baik, penghuni kota ini kini memerlukan pemerataan dari aspek kesejahteraan. Kesejahteraan menjadi kata kunci untuk mengubah semuanya: menekan kriminalitas, keadilan di mata hukum, hak mendapat pelayanan kesehatan, hak mendapat pendidikan dan perumahan yang layak, termasuk tersedianya lapangan pekerjaan bagi semua golongan.

Karena itu, pembangunan sarana pendidikan, kesehatan, lapangan pekerjaan menjadi kebutuhan mendesak. Dewasa ini juga percepatan pembangunan fisik penting dikebut. Pemprov DKI Jakarta yang tengah giat membangun infrastrutur seperti angkutan massal: LRT, MRT dan sejumlah ruas tol penting mendapat dukungan dari semua pihak. Ya, semua pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya.

Jakarta adalah milik bersama. Dan kini penguatan toleransi antarsesama warga menjadi kebutuhan penting pula, ia perlu dirawat dengan baik. Latar belakang dan perbedaan antaretnis, budaya, suku dan agama harus dipandang sebagai perekat. Sebab, siapa pun punya hak yang sama di kota yang makin modern itu. Selamat ulang tahun Jakarta. Dan dari kota ini pulalah harapan ke depan kugantungkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun