Si Yaki akan Berlaga di Film Dokumenter
Bagi warga Bitung, Sulawesi Utara (Sulut) sudah tidak asing lagi dengan sebutan si Yaki, yaitu moyet Panta Merah - dengan bahasa asingnya Macaca Nigra - yang hanya tinggal di Hutan Cagar Alam Tangkoko, Kota Bitung, Sulawesi Utara.
Kera berasal dari Genus Macaca, salah satu genus primata yang memiliki persebaran paling luas di dunia ini, dalam waktu dekat akan dibuatkan film dokumenternya. Artinya, si Yaki akan berlaga dalam film dokumentar yang sekaligus diharapkan dapat mengangkat kawasan habitatnya yang dilindungi.
Apa kontribusi Anda dalam film ini. Mau jadi sutradaranya kah? Nanti dulu.
Bagi pecinta lingkungan pasti tahu bahwa jenis kera endemik Sulawesi itu punya beberapa ciri khas; seperti jambul ala punk dan punya perilaku ramah dengan manusia.
Keunikan terlihat pada ekornya yang pendek, sekitar 20 Cm. Memang kera yang memiliki tinggi sekitar 40 - 60 Cm dan berat badan sekitar 7 - 15 kg itu berbeda pada monyet lainnya yang berekor panjang.
Si Yaki berwarna hitam legam. Orang Betawi menyebutnya hitam buleng karena hitamnya seperti arang, terlalu pekat warna hitamnya. Juga, berbulu hitam mengkilat. Tapi, nggak semuanya deh hitam legam. Masih menyisakan warna putih pada giginya. Telapak tangan, wajah dan pantat tak ditumbuhi bulu.
Jika dicermati dari dekat, kera hitam Sulawesi ini adalah warna bulu yang agak terang pada bagian punggung dan paha bagian dalam. Wajahnya berwarna hitam (nggak manis, tentunya) dengan moncong menonjol di banding dengan kera-kera lainnya yang ada di Kebun Binatang Ragunan.
Karena keunikan yang dimiliki kera ini, Pemerintah Irlandia tertarik untuk membuat film dokumenter konservasi hewan endemik Monyet jenis Panta Merah (macaca nigra) itu.
Reporter Antara Joyce Bukarakombang dari Bitung mengungkap bahwa film dokumentar si Yaki dimaksudkan untuk dijadikan sarana pendidikan tentang keberlangsungan species macaca nigra.
Gagasan pembuatan film tersebut mendapat sambutan hangat dari Wali Kota Bitung, Maximilian Lomban. Tentu saja sang wali kota berharap pembuatan film tersebut dapat mengungkap keberadaan hutan tangkoko secara geografis sebagai bagian dari Kota Bitung. Ujungnya, Kota Bitung diharapkan turut dikenal masyarakat dunia.