Ali Budin teringat pada obrolannya ketika bertandang ke kediaman kakeknya saat menghadapi bulan puasa.
 "Ente kapan puasanye," katanya. Â
"Kalo ane kong, ikut pemerintah aje. Liat siaran tipi (televisi, red) di rumah. Enti (nanti) juga ketauan, kapan arus puase," jawab Ali.
 "Iya deh. Babe lu juga sama engkong, dari dulu kalo puasa ikut pemerintah. Pemerintah kan ulil amrie," jawab si engkong. Â
 "Ulil amri itu ape, kong?" tanya Ali.
 "Lu enggak tahu rupanye. Itu, putusan pemerintah yang harus dipatuhi. Putusannya juga dari hasil sidang (itsbat). Orang-orangnya nyang ikut sidang dari pondok pesantren keren dan pimpinannye beken-beken," jawab si engkong menjelaskan.
Dan si cucu – Ali Budin - pun hanya manggut-manggut. Maklum, jawaban seperti itu sudah sering didengar di tempat pengajiannya, mushola terdekat.
Yang menarik Ali Budin, - yang kini bekerja sebagai pegawai di Kementerian Agama - penentuan awal Ramadhan itu yang diikuti dua pemegang prinsip.
Prinsip pertama yang mendasarkan pada perhitungan astronomis dan matematis, disebut hisab. Kedua yang berpegang pada visibilitas atau penampakan hilal atau bulan baru, disebut rukyat.
Belakangan ini, kelompok pertama yang disebut hisab sering diplesetkan sebagai kelompok perokok di lingkungan kementerian itu.
Ali Budin termasuk salah satunya anggota kelompok ahli hisab itu. Itu bukan lantaran ia pandai dalam ilmu astronomis, tetapi semata-mata sebagai perokok berat.