Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) telah mengeluarkan Surat Edaran No. M/6/HK.04/XII/2024 yang mewajibkan pengusaha membayar uang lembur kepada karyawan yang bekerja pada libur nasional Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024/2025, di mana aturan ini bertujuan untuk mengimbangi gangguan waktu istirahat yang seharusnya dinikmati oleh pekerja saat hari libur.
Meskipun pemerintah menetapkan hari libur untuk memberikan kesempatan beristirahat dan berkumpul, banyak pekerja yang tetap diharuskan hadir, dan meski diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja, banyak dari mereka merasa kompensasi yang diterima tidak sebanding dengan pengorbanan tersebut.
Bekerja di hari libur tidak hanya berdampak pada finansial, tetapi juga mengganggu keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menyebabkan kelelahan fisik dan mental, sehingga kebijakan ini perlu ditinjau untuk lebih menghargai waktu istirahat pekerja. Di Indonesia, meskipun ada undang-undang yang mengatur hak-hak pekerja, penerapannya seringkali tidak efektif.
Banyak pekerja terpaksa mengesampingkan hak cuti demi memenuhi tuntutan pekerjaan, yang berpotensi merusak kesejahteraan individu dan hubungan keluarga. Stres yang ditimbulkan dapat mengganggu interaksi antar anggota keluarga dan menimbulkan masalah psikologis. Hal ini menimbulkan pertanyaan penting: seberapa jauh kita bersedia mengorbankan waktu berkualitas bersama keluarga untuk tuntutan pekerjaan?
Dampak Psikologis terhadap Pekerja
Penelitian oleh Greenhaus dan Allen (2011) menunjukkan bahwa tekanan berlebih di tempat kerja dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental. Pekerja yang terus-menerus bekerja di hari libur cenderung mengalami kelelahan emosional, yang berdampak pada produktivitas mereka. Selain itu, pengorbanan waktu bersama keluarga sering kali menimbulkan perasaan bersalah dan ketidakpuasan hidup.
Kesehatan mental seharusnya menjadi tanggung jawab bersama, termasuk manajemen dan rekan kerja. Dukungan dari lingkungan kerja sangat penting bagi pekerja yang merasa tertekan, karena pencapaian profesional menjadi kurang berarti tanpa ikatan sosial yang kuat. Studi oleh Robbins dan Judge (2018) menegaskan bahwa bekerja pada hari libur dapat meningkatkan stres dan merusak waktu berkualitas dengan keluarga.
Kesejahteraan mental dan sosial sering kali dikorbankan demi target perusahaan, yang patut dipertanyakan. Maulina dan Amalia (2019) mengungkapkan bahwa kehilangan waktu bersama keluarga dapat menyebabkan kelelahan emosional, sementara dukungan sosial dari keluarga sangat penting untuk mengatasi dampak negatif tersebut. Sayangnya, banyak pekerja yang merasa terputus dari kehidupan sosial mereka akibat tuntutan pekerjaan.
Dukungan sosial terbukti dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis, seperti yang ditemukan oleh Nahum-Shani, Bamberger, & Bacharach (2011 ). Mereka yang memiliki jaringan dukungan yang baik lebih mampu mengelola stres kerja, menunjukkan pentingnya keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan. Oleh karena itu, kita perlu lebih memperhatikan kesehatan mental pekerja dalam konteks ini.
Kesejahteraan Keluarga