Mohon tunggu...
Edy Suhardono
Edy Suhardono Mohon Tunggu... Psikolog - Psikologist, Assessor, Researcher

Direktur IISA Assessment Consultancy and Research Centre, Surabaya.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Akhirnya PDI-P Memecat Jokowi

8 Desember 2024   18:09 Diperbarui: 8 Desember 2024   18:15 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dilihat dari sudut pandang politik, pemecatan Joko Widodo dan keluarganya dianggap sebagai langkah PDI-P untuk menjaga stabilitas. Menurut Osborne dan Sibley (2013), tindakan ini dimaksudkan untuk menuntaskan polemik yang ada dan menunjukkan ketegasan partai. Keputusan ini bukan sekadar soal pemberian sanksi, melainkan juga mengenai bagaimana PDI-P ingin mempertahankan reputasi di mata publik.

Namun, tantangan utama adalah bagaimana partai merespons kehilangan sosok kepemimpinan terkenal sambil menjaga solidaritas antara kader. Hal ini sangat penting agar PDI-P tetap relevan dan berpengaruh dalam kontestasi politik mendatang. Tindakan pemecatan juga harus dilihat dari perspektif legal, di mana pelanggaran disiplin oleh kader harus direspons dengan cara yang konsisten dan tegas. Tindakan untuk memecat Effendi Simbolon, yang mendukung calon dari partai lain, mencerminkan pentingnya mematuhi aturan internal.

Keputusan ini bukan hanya tentang disiplin, tetapi juga komitmen PDI-P untuk menjaga arah perjuangan partai ke depan. Namun, seberapa efektif hukum internal dalam mempertahankan stabilitas dan kohesi partai di jangka panjang? Mengingat tantangan politik yang terus berubah, hal ini menjadi perhatian yang perlu dikelola dengan bijak.

Menangani Tantangan ke Depan 

Pemecatan Jokowi dan keluarganya menggambarkan kompleksitas psikopolitik di dalam PDI-P. Ketegasan partai dalam menerapkan disiplin cenderung menciptakan ruang bagi kesatuan dan integritas, tetapi tetap ada risiko terhadap soliditas kader. Selain itu, dari sudut pandang legal, keputusan tersebut menggarisbawahi pentingnya aturan bagi kelangsungan partai, meskipun harus dihadapi dengan tantangan dan ketegangan. 

Pertanyaan mendasar yang timbul adalah: bagaimana PDI-P dapat mengelola dinamika ini tanpa mengorbankan kestabilan partai dan hubungan antar kader? Hanya waktu yang akan menjawab bagaimana strategi manajemen yang tepat akan mampu menjaga relevansi dan keberadaan PDI-P di panggung politik Indonesia. 

Referensi:

Gerring, J., Bond, P., Barndt, W. T., & Moreno, C. (2005). Democracy and Economic Growth: A Historical Perspective. World Politics, 57(3), 323-364.

Osborne, D., & Sibley, C. G. (2013). Within the Limits of Civic Training: Education Moderates the Relationship Between Openness and Political Attitudes. Political Psychology, 36(3), 295-313.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun