Oleh karena itu, penting untuk mengevaluasi dan merumuskan kembali kebijakan pajak agar sejalan dengan prinsip keadilan dan pemerataan sumber daya dalam masyarakat.
Pemaknaan Pajak sebagai Pungutan
Dalam menghadapi berbagai pungutan dan pajak yang meningkat, penting untuk membedakan antara pajak sebagai instrumen pembangunan dan pungutan yang dianggap memberatkan. Ketika masyarakat merasa bahwa setiap pungutan adalah tindakan sewenang-wenang dari pemerintah, kepercayaan publik dapat hilang, yang berpotensi memengaruhi daya beli masyarakat yang sudah tertekan. Kahn (2020) mengungkapkan bahwa skeptisisme terhadap pajak dapat meruntuhkan rasa tanggung jawab sosial.
Beberapa kajian terbaru menunjukkan bahwa ketika pajak dipersepsikan sebagai pungutan yang tidak adil, masyarakat menengah ke bawah cenderung menunda pengeluaran penting, yang berakibat negatif pada daya beli mereka dalam jangka panjang (Norton & Ariely, 2022). Dalam situasi yang semakin sulit, mereka mungkin mengurangi konsumsi barang esensial, yang berpotensi memperburuk kualitas hidup.
Pemaknaan pajak sebagai beban semata dapat menciptakan siklus negatif bagi perekonomian. Jika kita tidak dapat membedakan antara pajak yang berfungsi sebagai bagian dari pembangunan negara dan pungutan liar yang tidak sesuai, kita berisiko merusak daya beli masyarakat yang seharusnya dilindungi. Oleh karena itu, penting untuk berpikir kritis mengenai bagaimana membangun sistem pajak yang adil dan transparan.
***
Bibliografi
Kahn, R. (2020). The Economics of Trust: Rebuilding Relationships in a Time of Uncertainty. Stanford University Press.
Kahneman, D., & Tversky, A. (2020). Judgment Under Uncertainty: Heuristics and Biases. Cambridge University Press.
Norton, M. I., & Ariely, D. (2022). Building a Better Tax System: The Role of Behavioral Economics. Harvard Business Review.
Piketty, T. (2019). Capital in the Twenty-First Century. Belknap Press of Harvard University Press.