Mohon tunggu...
Edy Suhardono
Edy Suhardono Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog, Assessor, Researcher

Direktur IISA Assessment Consultancy & Research Centre.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Efek Kotak Kosong Versus Golput, Telaah Psikopolitik

28 November 2024   11:40 Diperbarui: 29 November 2024   21:42 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kotak Suara yang tidak berasosiasi dengan nomor kandidat itu berlabel "Kosong" (Sumber: Freepik/Koleksi Edy Suhardono)

Kematangan Demokrasi

Munculnya fenomena kotak kosong dan Golput tidak terpisahkan dari kematangan demokrasi. Di satu sisi, fenomena kotak kosong menunjukkan peningkatan kesadaran politik di kalangan pemilih yang berani mengekspresikan ketidakpuasan mereka secara aktif. 

Hal ini menandakan bahwa masyarakat kini tidak hanya menerima status quo, tetapi berani menantang dan menuntut perubahan. Sementara itu, Golput menjadi indikator bahwa masyarakat merasa tidak ada kandidat yang layak untuk dipilih.

Penolakan untuk memberikan suara dalam situasi demikian mencerminkan kebutuhan mendesak akan perbaikan sistem politik yang lebih responsif terhadap aspirasi rakyat. 

Menurut pakar psikopolitik, seperti Stanley Milgram (2019) dan Susan Fiske (2021), fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin kritis dan cermat dalam memilih calon pemimpin, serta menggambarkan desakan akan perubahan dalam interaksi antara elite politik dan publik.

Pertimbangan mengenai entitas psikopolitik ini sangat penting. Penelitian oleh James Colman (2020) menunjukkan bahwa perilaku politik dalam konteks kotak kosong mencerminkan pencarian makna dan identitas kolektif di antara individu yang merasa teralienasi oleh struktur kekuasaan. 

Dengan memilih kotak kosong, mereka menyatakan bahwa mereka masih bagian dari sistem meski sangat kritis terhadap elemen-elemen yang menyusun sistem tersebut.

Di sisi lain, Sarah Ahmed (2022) berargumen bahwa Golput perlu dipahami sebagai manifestasi kekecewaan yang mendalam, bukan sekadar pengabaian. Apatisme bukan tanpa alasan; ia adalah produk dari hilangnya kepercayaan terhadap sistem politik yang ada. Keduanya---kotak kosong dan Golput---merupakan tanda ketidakpuasan yang harus dipandang sebagai momentum untuk mendorong perubahan.

Bukan Sekadar Angka

Jelas bahwa fenomena kotak kosong dan Golput bukan sekadar angka dalam kertas pemilu; mereka mencerminkan dinamika psikopolitik yang kompleks dalam masyarakat kita. Penting bagi para ahli ilmu politik dan pembuat kebijakan untuk memahami keduanya sebagai elemen penting dalam evaluasi kesehatan demokrasi.

Penanganan yang sensitif dan berpihak kepada aspirasi masyarakat akan sangat berpengaruh dalam menentukan arah politik dan hak suara di masa mendatang. Mengabaikan suara-suara ini, baik lewat kotak kosong maupun Golput, hanya akan merugikan iklim demokrasi dan menciptakan dinamika politik yang stagnan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun