Penulis melemparkan "wacana" ini disaat awal pandemi, Bulan Maret 2020. Artinya menjadi substansi apabila jauh hari difikirkan. Dengan pergeseran atau penundaan kelulusan siswa. Akibat dikarenakan belum siapnya ujian anak, maka pembelajaran ditambah, diperpanjang sampai akhir tahun (Desember 2020). Baru ini dianggap cukup esensi. Dikarenakan tertundanya ujian akhir siswa, maka mundur pula awal tahun pelajaran baru, Januari 2021 sebagai konsekuensi.
Sekarang yang terjadi, dengan peniadaan ujian akhir (UN) dan UKK. Kelulusan diambil dari nilai raport dan ujian sekolah (US) model daring/online. Dengan tidak selalu memenuhi capaian target kurikulum secara utuh. Siswa sudah lulus. Mau dikemanakan siswa setelah lulus ini?
Ada dua pertimbangan kalender pendidikan tetap berlaku pada Juli. Pertama, kelulusan siswa dari SMP- SMA/SMK dan sederajat telah diumumkan. Pekan depan akan diumumkan untuk SD. Artinya, siswa sudah lulus tentu harus melanjutkan pendidikan.
Kedua, perguruan tinggi telah menetapkan tidak mengubah kaldik dengan tetap menjalankan proses seleksi SNMPTN, SBMPTN, maupun UM. "Jadi ini harus sinkron," ujar Hamid.
Kalau mau digeser harus ada kajian matang komprehensif lewat UU sisdiknas. Dan itu butuh waktu lama. Bukan karena kekhawatiran awal pelajaran baru Bulan Juli, siswa otomatis masuk dengan KBM, apalagi dengan tatap muka. Saya kira terburu-buru. Bukan seperti itu.
Disisi lain secara teknis dan detil kaldik disusun oleh pemerintah provinsi (Pemprov) masing-masing, yang tahu betul kondisi daerahnya. Walaupun kebanyakan beberapa daerah mempunyai kaldik yang sama dengan mengacu dari pusat.
Perlu pemetaan jelas dan ketat, mana sekolah di zona merah, hijau dan kuning. Sehingga awal tahun pelajaran baru akan tetap dijalankan dalam bentuk pembelajaran jarak jauh (PJJ) berbasis daring atau pun luring tergantung kesiapan daerah masing-masing.
Dalam pesannya Presiden Jokowi yang disampaikan oleh Menko PMK, Muhajir Effendi (Fajar.co.id 31 Mei 2020). Terkait penerapan "new normal" di sekolah harus digodok matang dan tidak boleh terburu-buru apalagi grusa-grusu. Harus didukung data lengkap yang akurat.
Data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyampaikan, anak juga punya potensi besar dalam penularan Covid-19. Jangan sampai sekolah menjadi kluster baru peningkatan penularan Covid-19. "ini yang membahayakan".
Banyak pendapat pelaksanaan"new normal" di dunia pendidikan seharusnya diterapkan hanya jika "new normal" di luar dunia pendidikan sudah sukses dijalankan. Pengalaman Perancis dan Jepang, setelah menjalankan "new normal" akhirnya memutuskan untuk memberlakukan kembali aturan jaga jarak sosial dan fisik (physical distancing) mengingat terjadi peningkatan positif Covid-19.
Mendesak Kurikulum Darurat Covid-19
Dalam Rapat Koordinasi (Rakornas) bersama Kemendikbud dan Kemenag, Komisi Perlindungan Anak Indonesia merekomendasikan adanya kurikulum darurat Covid-19. Dengan adanya kurikulum darurat itu proses pembelajaran di rumah bisa berjalan dengan lancar.