Di Bali upakara adalah istilah untuk banten, yang berarti wali, yang berarti perwakilan dengan makna simbolis dan filosofis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa banten memiliki arti merepresentasikan isi alam semesta, yang dipersembahkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.Â
Banten adalah perwujudan dari pemikiran yang sangat lengkap, berdasarkan hati yang murni, dalam bentuk yang sangat indah, rapi, hidup, kompleks dan unik, mengandung banyak simbol, sertakan pikiran yang murni, tulus, dan bersih.Â
Banten digunakan untuk menyatakan cinta dan pengabdian. Ditambahkan dalam berbagai upacara yadnya di Bali, ada banyak jenis banten seperti banten peras, banten peneneng, banten tataban, banten tulung dan banten sesayut.
Banten terdiri dari tiga unsur, yaitu yang pertama Mataya adalah bahan Banten yang berasal dari tumbuhan seperti daun, bunga dan buah. Kedua Maharya adalah bahan Banten, berasal dari lahir dan diwakili oleh hewan seperti babi, kambing, kerbau, sapi, dll. Dan ketiga Mantiga adalah bahan Banten yang berasal dari hewan seperti ayam, itik, angsa, telur, telur bebek dan telur angsa yang diletakkan oleh telur itu sendiri. Sebagai pelengkap ritual, banten juga disertai dengan air dan api (dupa).
Kelebihan banten :
Ida Sang Hyang Widhi Wasa akan selalu dikenang oleh masyarakat khususnya yang beragama Hindu dengan membuat Banten.
Banten dibuat dengan tunjuan untuk disembahkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan keikhlasan, sehingga pada saat mempersembahkannya, masyarakat tampak terbiasa bersabar dan mengendalikan diri, sehingga tidak marah dan egois.
Melalui pembuatan banten ini dapat membantu mendorong perbaikan gizi masyarakat.
Dengan menawarkan banten, membantu perekonomian mereka yang ahli membuat banten dengan menjual banten tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H