Cerita mengenai ‘maling pulsa’ ternyata masih belum akan berakhir. Walaupun Menteri Komunikasi dan Informasi Tifatul Sembiring mengatakan bahwa kementerian yang dipimpinnya sudah menyelesaikan sekitar 93 persen dari seluruh pengaduan masyarakat mengenai pencurian pulsa selular.
Hari ini Senin 10 Oktober 2011, adik saya Rahmahsari, telah melakukan komplain mengenai ‘maling pulsa’ karena pada hari ini dia telah kehilangan pulsanya sebesar kurang lebih dua puluh lima ribu rupiah. Padahal dia baru saja mengisi pulsa dan belum pernah dipergunakan satu kalipun. Adik saya itu menggunakan ESIA. Menurut operator ESIA hal itu dikarenakan adanya sms dari Esia DV8.88 pilihan RBT yang masuk ke hp adik saya. Jadi untuk masalah tersebut Rahmasari harus complain kepada Esia DV8.88.
Kemudian adik saya marah-marah kepada operator tersebut, kenapa harus dia yang komplain? Siapa yang membolehkan sms itu masuk ke hp nya, padahal dia sendiri tidak menghendakinya? Lalu kenapa tanpa ijinnya pihak ESIA mengaktifkan RBT tersebut sehingga menguras pulsa yang ada pada hp tersebut? Padahal jelas-jelas untuk mengaktifkan RBT tersebut saja harus mengirim sms TOP51 kirim ke 88817 (dengan biaya 3.300 rupiah per-minggu)? Dan kenapa bila operator tersebut ditanya mengenai hal tersebut menjawab bahwa dia tidak tahu menahu tentang itu??
Akhirnya adik saya minta dengan paksa agar mulai hari ini diputuskan hubungannya dengan Esia DV8.88 dan hapus semua yang berkaitan dengan masalah RBT. Lalu pihak operator melaksanakannya. Setelah di cek RBT tersebut sudah tidak ada lagi. Namun masih menunggu apakah pulsa tersebut masih akan raib juga setelah melakukan permintaan tersebut kepada pihak ESIA via operator pengaduan di *990?!
Sementara itu menurut laporan yang telah diberitakan pada hari ini ada sebanyak 9.638 laporan dari masyarakat perihal pencurian pulsa dan sudah diselesaikan. Laporan pengaduan masyarakat soal pencurian pulsa telah ditangani oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) melalui 159 nomor "call center". Sepertinya baru sekarang ini masyarakat yang melaporkan soal pencurian pulsa ditindaklanjuti oleh Kemneterian Komunikasi dan Informasi. Padahal kejadian tersebut sebenarnya sudah berlangsung lama.
Komisi I DPR RI, telah meminta Menteri Komunikasi dan Informasi, agar segera mengumumkan 60 perusahaan "content provider" nakal sejak Juli 2011. Salah satu modus "content provider" nakal adalah selalu dengan berganti-ganti nama. Pengguna telepon seluler di Indonesia, sebagian besar adalah masyarakat menengah ke bawah yang membeli pulsa dengan cara membayar dimuka, dan hanya sedikit yang memilih membeli pulsa dengan cara paska bayar. Karena itu, BRTI harus bersikap tegas terutama dalam hal registrasi, jangan sampai rakyat dirugikan.
Selanjutnya diharapkan dengan adanya kejadian yang menimpa adik saya itu tidak terjadi lagi ‘kehilangan pulsa ‘ sebelum mempergunakannya atau di sedot oleh ‘maling pulsa’ yang tidak bertanggungjawab dan yang tidak pernah kita undang tersebut. Mudahan-mudahan tulisan ini akan bermanfaat bagi para kompasianer.-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H